WahanaNews.co | Korban tewas dalam tragedi perayaan halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan, pada Sabtu (29/10) lalu bertambah menjadi 156 orang.
Pihak berwenang menuturkan korban tewas masih mungkin bertambah lantaran ada sekitar 30 korban luka saat ini dalam kondisi kritis.
Baca Juga:
Seorang Polisi yang Tengah Diselidiki Tragedi Itaewon, Ditemukan Tewas di Rumahnya
Hingga kini, pihak berwenang belum bisa menyimpulkan penyebab tragedi paling mematikan sejak 2014 lalu itu dan masih melakukan penyelidikan.
Namun sejumlah faktor disebut memicu kerumunan massa di Itaewon yang berbuntut mematikan. Berikut empat faktor yang disebut memicu perayaan Halloween di Itaewon yang dihadiri lebih dari 100 ribu orang itu berbuntut mematikan:
1. Perayaan tanpa Penyelenggara
Baca Juga:
Mendagri Korea Selatan Minta Maaf atas Tragedi Kerumunan Halloween di Itaewon
Perayaan Halloween memang berasal dari budaya Barat, namun semakin populer di kalangan warga Korsel dan negara Asia lainnya dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, Itaewon memang dikenal sebagai distrik hiburan di Ibu Kota Seoul. Banyak berjajar restoran, kafe, bar, hingga kelab malam di sejumlah gang-gang kecil yang hanya selebar 3,2 meter saja di kawasan itu.
Tak hanya Halloween, kawasan Itaewon sudah biasa dipenuhi muda-mudi Korsel setiap akhir pekan dan perayaan spesial lainnya. Namun, memang tidak ada acara perayaan resmi yang digelar oleh badan penyelenggara di kawasan itu.
Karena itu, perayaan Halloween pada Sabtu akhir pekan lalu itu berlangsung tanpa ada arahan. Sebab, ratusan ribu orang yang menyerbu kawasan Itaewon murni ingin menikmati suasana dan keramaian di bar-bar dan kelab di kawasan itu.
"Karena Halloween adalah budaya Amerika dan ada banyak orang asing yang datang ke Itaewon, sektor bisnis di kawasan itu mengadakan acara atas kemauan mereka sendiri. Menutup lalu lintas untuk Halloween tidak pernah dipertimbangkan di masa lalu," kata seorang pejabat di Kantor Distrik Yongsan seperti dikutip Korean Herald.
Penanganan yang berbeda terlihat saat polisi menutup sejumlah jalan utama di Itaewon ketika gelaran Festival Global Village awal Oktober lalu. Acara tahunan itu diselenggarakan oleh Organisasi Zona Turis Khusus Itaewon dengan dukungan pemerintah Seoul dan Distrik Yongsan.
2. Minim Polisi dan Kontrol Kerumunan
Menurut polisi, hanya 137 petugas yang dikerahkan ke Itaewon untuk mengamankan puncak perayaan Halloween pada Sabtu (29/11). Padahal, massa yang mendatangi kawasan Itaewon mencapai 100 ribu orang lebih, jumlah tertinggi yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Pihak berwenang juga mengakui bahwa tidak memiliki prosedur khusus untuk menangani kerumunan perayaan tanpa acara resmi.
Direktur Divisi Investigasi Kejahatan Kekerasan Kepolisian Korsel, Oh Seung-jin, menuturkan saat ini pemerintah tidak memiliki manual khusus untuk mengatasi kerumunan massa yang terjadi spontan tanpa penyelenggara.
"Untuk festival Halloween kali ini, karena diharapkan banyak orang akan berkumpul di Itaewon, saya mengerti bahwa festival ini disiapkan dengan menempatkan lebih banyak pasukan polisi dari pada tahun-tahun sebelumnya," kata Oh seperti dikutip CNN.
"Tapi memang saat ini tidak ada manual persiapan terpisah untuk situasi seperti itu di mana tidak ada penyelenggara dan diharapkan ada kerumunan orang."
Selain itu, polisi telah dikerahkan bukan untuk pengendalian massa - tetapi untuk pencegahan kejahatan dan untuk mencegah "berbagai kegiatan ilegal."
Kim Seong-ho, direktur divisi manajemen bencana dan keselamatan di Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan juga mengatakan mereka tidak memiliki "pedoman atau manual" untuk "situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya" seperti tragedi Itaewon ini.
3. Antusiasme Warga usai Dikurung Covid
Salah satu alasan Itaewon diserbu massa pada Sabtu (29/11) malam adalah karena perayaan Halloween akhir pekan lalu merupakan yang pertama sejak tiga tahun terakhir.
Korea Selatan baru mencabut serangkaian pembatasan pandemi Covid-19 pertengahan tahun ini. Sejak itu, distrik hiburan mulai begeliat lagi termasuk di Itaewon karena kerumunan sudah mulai diizinkan.
Sementara itu, kawasan Itaewon sendiri sudah lama populer sebagai tempat perayaan Halloween setiap tahunnya. Sejumlah turis dari negara tetangga termasuk warga Indonesia bahkan rela terbang ke Seoul untuk merayakan Halloween di Itaewon ketika perayaan tersebut makin populer di kalangan negara Asia.
Karena itu, antusiasme warga terhadap perayaan Halloween kemarin sangat tinggi sehingga jumlah massa yang mendatangi kawasan itu melebihi biasanya dan di luar ekspektasi.
Menurut data Seoul Metro, sekitar 130 ribu orang melakukan perjalanan ke dan dari Stasiun Itaewon pada Sabtu lalu. Angka ini naik 30 persen dibandingkan saat perayaan Halloween sebelum pandemi pada 26 Oktober 2019.
4. Jalanan Itaewon yang Sempit dan Menurun
Itaewon terkenal sebagai pusat hiburan di Seoul, di mana banyak bar, restoran, dan kelab malam berjajar di gang-gang sepanjang 300 meter belakang jalanan utama distrik itu. Gang-gang itu memang sempit hanya selebar 3,2-4 meter dengan permukaan yang kadang naik dan turun seperti bukit.
Sementara itu, insiden desak-desakan yang berbuntut ratusan orang meninggal terjadi di salah satu gang Itaewon di sebelah Hotel Hamilton di luar pintu keluar 1 stasiun kereta bawah tanah Itaewon.
Sejumlah video yang viral di media sosial memperlihatkan lautan manusia memenuhi setiap sudut jalanan gang itu. Terdengar orang-orang berteriak, beberapa bahkan terlihat sudah tidak sadarkan diri.
Sejumlah pihak meyakini akses yang sulit menjadi salah satu alasan petugas darurat sulit melakukan penyelamatan saat tragedi berlangsung. Sebab, kawasan itu sudah dipenuhi kerumunan massa dan lalu lintas pun padat di sekitarnya.
Tak hanya saat Halloween dan perayaan khusus lainnya, distrik Itaewon ini juga selalu dipadati warga Korsel di akhir pekan dan malam hari selepas jam kerja berakhir.
Selain pusat hiburan, Itaewon merupakan "surga" ekspatriat di mana banyak imigran tinggal di kawasan itu. Di salah satu bagian distrik juga terdapat masjid terbesar di Korsel yakni Masjid Pusat Seoul.[zbr]