WAHANANEWS.CO, Jakarta - Persaingan senjata di kawasan Kaukasus kembali memanas. Setelah Azerbaijan mengumumkan kontrak pembelian 40 jet tempur JF-17 Thunder Block III senilai US$4,6 miliar dari Pakistan dan China, Armenia tidak tinggal diam.
Negara kecil di selatan Kaukasus itu kini semakin serius menjajaki kerja sama dengan India untuk memperoleh armada pesawat tempur Sukhoi Su-30MKI.
Baca Juga:
Kades di Lahat Diduga Kumpulkan Dana Suap, Rp65 Juta Diamankan dalam OTT
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari upaya strategis Armenia untuk menyeimbangkan kekuatan udara dengan musuh tradisionalnya, Azerbaijan, yang terus memperkuat diri dengan alutsista modern.
"Walaupun Yerevan dijangka akan meneroka pelbagai pilihan dalam usaha memperkukuh keupayaan pertahanannya, tumpuan utamanya berkemungkinan terarah kepada perolehan pesawat tempur Su-30MKI buatan India yang jauh lebih menjimatkan berbanding pesawat Rafale buatan Perancis," ujar Sam Lictenstein, Direktur Analisis RANE, kepada Forbes.
Sejak beberapa tahun terakhir, India memang telah menjadi pemasok utama sistem persenjataan untuk Armenia.
Baca Juga:
Polisi Ringkus Penipu Kontrakan Fiktif di Bekasi yang Rugikan Warga hingga Miliaran Rupiah
Selain sistem rudal pertahanan udara jarak menengah Akash-1S dan peluncur roket Pinaka, India juga menawarkan kemampuan modernisasi armada tempur milik Armenia, termasuk peningkatan pesawat Su-30SM menjadi varian canggih “Super Flanker”.
Menurut sumber pertahanan India, Armenia telah memulai negosiasi dengan Hindustan Aeronautics Limited (HAL) sejak tahun lalu untuk membeli antara 8 hingga 12 unit Su-30MKI.
HAL, sebagai produsen utama jet tempur tersebut, juga tengah gencar mendorong ekspor Su-30MKI ke pasar luar negeri termasuk Malaysia dan Aljazair.
Di tengah situasi ini, Perancis sempat menawarkan jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation kepada Armenia. Namun performa Rafale dalam konflik India-Pakistan baru-baru ini justru menurunkan minat Yerevan.
Tiga unit Rafale milik India diduga ditembak jatuh oleh jet tempur J-10CE buatan China milik Pakistan, membuat pesawat kebanggaan Prancis itu dianggap tidak cukup meyakinkan.
“Tambahan pula, walaupun banyak perkara masih belum jelas mengenai insiden konfrontasi antara India dan Pakistan bulan lalu, dakwaan bahawa armada Rafale milik India tidak menunjukkan prestasi yang memberangsangkan turut berpotensi mempengaruhi pertimbangan strategik Armenia,” imbuh Lictenstein.
Sebaliknya, Su-30MKI dinilai lebih menjanjikan. Jet tempur hasil lisensi Rusia ini telah dioperasikan oleh India sejak awal 2000-an dan menjadi tulang punggung Angkatan Udara India.
Dengan lebih dari 270 unit yang telah diserahkan, HAL juga terus melakukan pemutakhiran pesawat ini ke dalam konfigurasi “Super Sukhoi”.
Pemutakhiran tersebut meliputi radar AESA generasi terbaru, rudal udara-ke-udara Astra Mk1 dan Mk2, sistem peperangan elektronik modern, serta integrasi data-link untuk misi serangan waktu nyata.
Keunggulan ini membuat Su-30MKI menjadi salah satu pesawat tempur paling berkemampuan di Asia Selatan.
Dari perspektif strategis, keputusan Armenia membeli Su-30MKI juga dinilai sebagai sinyal bahwa negara tersebut makin menjauh dari ketergantungan terhadap alutsista Rusia, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina yang membuat pasokan senjata ke Armenia kerap tersendat.
Tentara Udara Armenia sendiri sedang berada di masa kritis dalam proses modernisasi. Konflik bersenjata dengan Azerbaijan pada 2020 menguak banyak kelemahan di tubuh militer Armenia.
Dengan kekuatan sekitar 5.000 personel dan 70 unit pesawat aktif, cabang udara ini memikul tanggung jawab utama dalam pertahanan udara di kawasan pegunungan yang menantang.
Saat ini, inventori tempur Armenia meliputi empat jet Su-30SM buatan Rusia yang diperoleh pada akhir 2019, serta sekitar 15 pesawat serang darat Su-25 era Soviet.
Di sektor helikopter, mereka mengoperasikan lebih dari 30 unit termasuk Mi-24/Mi-35 untuk serangan dan Mi-8/Mi-17 untuk transportasi.
Dalam bidang pertahanan udara, Armenia juga telah mengambil langkah signifikan dengan memesan sistem rudal Akash-1S dari India.
Baterai pertama telah dikirim pada November 2024, dan pengiriman kedua dijadwalkan pada pertengahan 2025. Ini menjadi terobosan penting bagi Armenia untuk menghadapi ancaman serangan udara atau rudal jarak pendek.
Di sisi lain, keberhasilan Azerbaijan membeli 40 unit JF-17 Thunder Block III menjadi angin segar bagi industri pertahanan Pakistan dan China.
Pesawat pejuang JF-17 Thunder dilengkapi dengan peluru berpandu hypersonik CM-400AKG (warna putih). [WAHANANEWS.CO/Defence Security Asia]
Jet ini dikembangkan bersama oleh Pakistan Aeronautical Complex dan Chengdu Aircraft Corporation, dan dirancang sebagai alternatif murah namun mematikan dari jet generasi kelima China, J-20 “Mighty Dragon”.
Jet-jet JF-17 itu akan menggantikan MiG-29 buatan Rusia yang sudah usang.
Keputusan Azerbaijan ini sekaligus menjadi kemenangan geopolitik bagi Beijing dan Islamabad yang berhasil menembus pasar senjata di Asia Tengah, wilayah yang selama ini menjadi dominasi Rusia.
Seorang analis militer dari Institut Studi Strategis dan Pertahanan Asia Tengah menyebut bahwa dinamika terbaru ini bisa memicu perlombaan senjata baru di kawasan.
“Kita sedang menyaksikan perubahan lanskap pertahanan di Kaukasus, di mana kekuatan tradisional seperti Rusia mulai tergeser oleh aktor-aktor baru seperti India, China, dan Pakistan,” ujarnya.
Dengan peta kekuatan yang terus berubah dan pertarungan pengaruh di antara negara-negara besar, langkah Armenia untuk memperkuat armada udaranya lewat pesawat buatan India dipandang sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk bertahan dalam lanskap keamanan regional yang semakin tak menentu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]