WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang horor kembali menyelimuti Sudan ketika lebih dari 2.000 warga sipil dilaporkan tewas dalam waktu sangat singkat setelah kota El-Fasher jatuh ke tangan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pada Sabtu (08/03/2025).							
						
							
							
								Laporan satelit dan investigasi lembaga kemanusiaan internasional menuding RSF melakukan pembantaian etnis secara sistematis terhadap warga Fur, Zaghawa, dan Berti, memicu kecaman luas dan sorotan dunia terhadap tragedi kemanusiaan yang kembali terjadi di Darfur.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Jokowi Lepas Pengiriman Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina dan Sudan
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Perang yang berkecamuk sejak 2023 ini kembali menyorot Uni Emirat Arab (UEA), negara yang oleh berbagai organisasi internasional dianggap memiliki peran besar dalam konflik mematikan yang telah merenggut lebih dari 150 ribu nyawa dan membuat jutaan orang mengungsi.							
						
							
							
								Berbagai tuduhan telah lama diarahkan kepada UEA atas dugaan kontribusinya dalam memperpanjang perang Sudan, termasuk dugaan dukungan persenjataan, logistik, dan jaringan keuangan yang menguatkan mesin perang RSF.							
						
							
							
								Pertanyaan besar pun mengemuka: seberapa jauh dugaan campur tangan UEA dalam konflik berskala genosida ini, dan bukti apa yang menguatkan klaim tersebut berdasarkan dokumen resmi, laporan investigasi, dan temuan lapangan.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										TKN Prabowo-Gibran Pamer Sukses Program Makan Gratis Siswa di India dan Sudan
									
									
										
									
								
							
							
								Transfer Senjata dan Teknologi ke RSF							
						
							
							
								Dalam sejumlah laporan, Amnesty International menegaskan adanya bukti kuat yang mengarah pada pelanggaran embargo senjata Dewan Keamanan PBB oleh UEA dan salah satu data paling mencolok muncul pada Minggu (09/03/2025) ketika RSF menggunakan bom udara terpandu Norinco GB50A buatan China dalam serangan drone di al-Malha, Darfur Utara, menjadi catatan sejarah karena itu merupakan penggunaan pertama senjata tersebut dalam konflik nyata.							
						
							
							
								Penanda produksi menunjukkan bom itu dibuat pada 2024 dan kompatibel dengan drone Wing Loong II dan FeiHong-95, jenis drone yang diketahui telah dipasok UEA ke RSF, memperkuat dugaan keterlibatan langsung dalam suplai alutsista canggih.