WahanaNews.co | Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperpanjang
pemberian fasilitas dagangGeneralized System of Preferences(GSP)
kepada Indonesia. Perpanjangan preferensi tarif GSP ini disambut baik oleh
Pemerintah Indonesia.
ass="MsoNormal" style="background-image: initial; background-position: initial; background-size: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; background-origin: initial; background-clip: initial;">Menteri
Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi juga telah mengangkat isu GSP ini ketika
bertemu dengan mitranya, Menlu Pompeo, pekan lalu. Dia mengatakan penyelesaian
tinjauan GSP merupakan buah dari rangkaian diplomasi yang secara intensif
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini.
Baca Juga:
Benarkah AS Tak Lagi Adidaya? Ini 3 Penyebab Runtuhnya Amerika Versi Warganya Sendiri
"Pemberian
fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis antara
kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia, melainkan
juga bisnis di AS," ucap Menlu Retno pada akhir pekan lalu.
GSP
merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang
diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang
di dunia sejak 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS
pada 1980.
Berdasarkan
data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada
2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai US$ 2,61 miliar atau setara Rp 38,19 triliun. Angka ini setara dengan 13,1% dari
total ekspor Indonesia ke AS, yakni US$ 20,1 miliar atau sekira Rp 294 triliun.
Baca Juga:
Teror Drone Kamikaze Guncang Pangkalan Irak, Siapa Dalangnya?
Ekspor GSP
Indonesia pada 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos
tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Retno
mencatat hingga Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS
tercatat sebesar US$ 1,87 miliar (Rp 27,36 triliun) atau naik 10,6%
dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan
negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand US$ 2,6 miliar atau setara Rp 38 triliun.
Sementara
itu, menurut Duta Besar Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi, perpanjangan
fasilitas GSP yang diberikan oleh Amerika Serikat ini menunjukkan tingginya
kepercayaan Pemerintah AS terhadap berbagai perbaikan regulasi domestik yang
dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka menciptakan iklim bisnis dan
investasi yang lebih kondusif di Tanah Air.
"Pascapengumuman
USTR, kita akan segera susun rencana kerja atauroad planuntuk
mengoptimalkan fasilitas keringanan bea masuk bagi produk-produk ekspor
Indonesia di pasar AS," ujar Dubes Lutfi.
Menko
Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, juga menambahkan bahwa dalam rangka menegaskan
komitmen Pemerintah Indonesia untuk terus mengoptimalkan tingginya potensi
kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangan kedua negara, baik pada saat ini
maupun di masa mendatang, Indonesia akan mengusulkan diadakannya
negosiasiLimited Trade Deal(LTD) atau Kesepakatan
Perdagangan secara terbatas antara Indonesia dan AS.
"LTD,
yang akan mencakup kerja sama perdagangan, investasi hingga sektor informasi,
komunikasi dan teknologi, diharapkan dapat membantu mendongkrak perdagangan dua
arah Indonesia dan AS hingga mencapai US$ 60 miliar atau Rp 878 triliun pada 2024," ujarnya.
Tingginya
intensitas kerja sama di bidang perdagangan antara kedua negara juga menjadi
katalis yang efektif bagi peningkatan arus investasi dua pihak, termasuk dari
AS ke Indonesia.
"Di
tengah menurunnya perdagangan internasional akibat pandemi Covid-19, pemberian
fasilitas GSP ini akan membantu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke
AS," pungkasnya. [dhn]