“Apa mentang-mentang karena Indonesia jadi Presiden G20?” tanya Prof Maswadi, cenderung retoris.
Bagi guru besar ilmu politik tersebut, apa salahnya bersikap “bebas-aktif”, termasuk bebas untuk menyatakan dengan tegas siapa yang bersalah dalam sengkarut tersebut.
Baca Juga:
Tips Agar Anak Tak Merasa Orangtua Pilih Kasih, Segera Terapkan!
Bagi Prof Maswadi, “netral”-nya Indonesia juga cenderung tak selorong dengan Dasa Sila Bandung yang dihasilkan bangsa-bangsa dunia ketiga dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955.
Menurut Prof Maswadi, dari 10 poin hasil pertemuan KAA tersebut, setidaknya empat di antaranya relevan dengan persoalan perang Ukraina-Rusia saat ini.
Keempat sila itu adalah sila kedua, menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa; sila keempat, yakni tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain; sila kelima, menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB; sila ketujuh, tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.
Baca Juga:
Soal Dialog Damai, Zelensky Minta Rusia Ganti Presiden Dulu
"Serta sila kedelapan, yakni menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB," kata dia.
Sementara itu, berkenaan dengan peluncuran buku Yuddy Chrisnandi, Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (UNPAD), Widya Setiabudi, mengakui besarnya pengaruh Yuddy dalam kehidupan masa mudanya.
Agak hiperbolis, Widya mencontohkan perkataan Imam Hanafi (Abu Hanifah) soal pengaruh Imam Ja’far Ash-Shadiq dalam hidupnya.