WahanaNews.co| Pascapenarikan
pasukan internasional, Taliban dengan leluasa menggulung Afghanistan, dan merebut
hampir setiap kota. Lalu, kenapa Amerika Serikat sepakat meninggalkan negara
itu setelah 20 tahun berperang?
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
Pada 2001, NATO memaksa Taliban keluar dari Kabul setelah
serangan 11 September di New York dan Washington.
Namun hampir dua dekade kemudian, para pemimpin kelompok
militan itu kembali ke ibu kota Afghanistan. Mereka dengan senang berswafoto di
dalam istana presiden setelah hampir seluruh wilayah negara itu di bawah
kendali mereka.
Hal yang paling mengejutkan bukanlah kekalahan militer yang jadi
malapetaka bagi AS dan sekutu NATO-nya, melainkan kesepakatan damai yang konon dinegosiasikan
secara hati-hati.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Apa yang menyebabkan kesepakatan yang ditandatangani
Presiden Donald Trump dan dilaksanakan oleh penggantinya, Joe Biden, dinilai
sebagai kesalahan fatal?
Tak Sepenuhnya Menang
Sehari setelah Menara Kembar World Trade Center runtuh,
presiden AS saat itu George W Bush berjanji "pertempuran ini akan memakan
waktu dan menjadi landasan tekad, tetapi jangan salah, kami akan
memenangkannya".
Kenyataannya, AS tidak sepenuhnya meraih kemenangan secara
militer terhadap Taliban.
Walaupun kelompok ini, yang menampung anggota kelompok
militan al-Qaeda yang bertanggung jawab atas serangan 11 September, dengan
cepat diusir keluar dari perkotaan dengan intervensi NATO, mereka menghabiskan
beberapa tahun guna menyusun kekuatan kembali.
Dan pada 2004, kelompok Taliban berada dalam posisi untuk
melancarkan pemberontakan terhadap pasukan Barat dan pemerintahan Afghanistan
yang baru.
Menanggapi meningkatnya jumlah serangan, presiden AS yang
baru saat itu, Barack Obama, meluncurkan "gelombang serangan" pada
2009, secara besar-besaran dengan meningkatkan jumlah pasukan NATO di negara
itu, mencapai 140.000 pada puncaknya.
Aksi ini membantu untuk menekan Taliban sekali lagi, tetapi
sedikit dampaknya untuk jangka panjang.
Ketika konflik tersebut menjadi perang terlama bagi AS, yang
merugikan negara sekitar US$978 miliar dan mengakibatkan lebih dari 2.300 tentara
tewas, perang ini menjadi semakin tidak populer di mata warga AS, dan seruan
untuk mengakhiri keterlibatan mereka semakin kencang.
Sementara jumlah tentara AS yang terbunuh setiap tahun
relatif rendah setelah mereka secara resmi mengubah peran dalam bentuk
pelatihan pada 2014.
Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, mengatakan pada tahun 2019,
bahwa lebih dari 45.000 personel keamanan Afghanistan telah membayar
pengorbanan terakhir dalam lima tahun sebelumnya.
Menghadapi situasi ini, penerus Obama, Donald Trump, mulai
mengintensifkan negosiasi dengan Taliban, dengan menandatangani kesepakatan
pada Februari 2020.
Keputusan itu merupakan sesuatu yang menyenangkan baginya
untuk dibicarakan menjelang pemilihan presiden tahun itu.
"Omong-omong, kami sebagian besar berada di luar
Afghanistan, seperti yang mungkin Anda ketahui," kata Trump kepada Axios
news saat itu.
"Kami sudah di sana (Afghanistan) selama 19 tahun. Kami
akan keluar."
Isi Kesepakatan
AS menandatangani kesepakatan damai dengan Taliban setelah
melakukan perundingan di sebuah hotel mewah di Doha, Qatar.
AS sepakat untuk menarik sisa-sisa pasukannya dari
Afghanistan dan Taliban mengatakan tidak akan membiarkan al-Qaeda atau kelompok
ekstremis lainnya beroperasi di wilayah yang mereka kuasai.
Ia juga menyatakan bahwa 5.000 tahanan Taliban akan ditukar
dengan 1.000 tawanan pasukan keamanan Afghanistan dan sanksi terhadap kelompok
militan Islam akan dicabut.
Perjanjian tersebut hanya melibatkan AS dan Taliban, dengan
rencana bahwa Taliban akan bernegosiasi dengan pemerintah Afghanistan
setelahnya untuk menentukan bagaimana dan oleh siapa negara itu akan diperintah
di masa depan.
Pasukan keamanan Afghanistan - dilatih dengan biaya US$88,32
miliar dan secara teori berjumlah lebih dari 300.000 tentara, akan ditempatkan
untuk menjaga situasi saat pembicaraan berlangsung.
Jadi Peluang Bagus
Presiden Trump - yang menggambarkannya sebagai
"kesepakatan luar biasa" seperti diutarakan kepada penasihat keamanan
nasional, John Bolton - mengatakan secara terbuka bahwa rencana itu memiliki peluang
untuk menjadi sangat bagus.
Sejumlah kecil pasukan AS yang tersisa di Afghanistan
difokuskan untuk membantu mengevakuasi personel AS.
AS pertama kali mulai menarik pasukan di bawah Trump.
Pembicaraan tatap muka antara Taliban dan pemerintah Afghanistan dimulai pada
September, tetapi kesepakatan tampaknya tidak pernah tercapai sepenuhnya.
Kendati tidak ada kemajuan, para penentang Taliban tetap
optimis bahwa kesepakatan itu tidak akan berujung kepada malapetaka.
"Ini bukan Vietnam," kata presiden Afghanistan
kepada BBC pada Februari. "Ini bukanlah pemerintahan yang tengah
kolaps."
Pada bulan Juli, juru bicara Taliban mengklaim
"meskipun kami berada di atas angin di medan perang, kami sangat serius
mengenai perundingan dan dialog".
Mungkin lebih tepatnya bahwa mereka sudah merebut 10 ibu
kota provinsi dalam tujuh hari pada waktu itu.
Kesepakatan Pendahulu
Presiden AS saat ini Joe Biden - yang meskipun tidak setuju
dengan Trump pada hampir setiap kebijakan lainnya - melanjutkan untuk menerapkan
kesepakatan pendahulunya.
Kepada pers bulan lalu, Biden mengatakan tidak akan
"mengirim generasi Amerika lainnya ke perang di Afghanistan tanpa harapan
yang masuk akal untuk mencapai hasil yang berbeda".
"Tentang prospek Taliban bakal menguasai segalanya dan
menguasai seluruh negeri, itu sangat tidak mungkin," tambah Biden.
Terlepas dari kejadian beberapa hari terakhir, agaknya
Presiden Biden telah terjebak dengan keputusannya.
"Jika ada, perkembangan minggu lalu memperkuat bahwa
mengakhiri keterlibatan militer AS di Afghanistan sekarang adalah keputusan
yang tepat," katanya Senin (16/08) lalu.
Tapi bagi banyak orang, pandangan pemimpin Taliban Mohammad
Abbas Stanikzai saat berbicara di ruangan besar sebuah hotel mewah setelah
menandatangani kesepakatan dengan adi daya militer terkuat di dunia akhir
September lalu, akan lebih mendekati kenyataan.
"Tidak ada keraguan, kami telah memenangkan
peperangan," katanya. "Tidak ada keraguan sama-sekali!" [rin]