WahanaNews.co | Wanita
berusia 90 tahun di Belgia terinfeksi dua varian virus corona sekaligus.
Kondisi sang nenek yang namanya tak disebutkan itu pun kemudian memburuk, dan
akhirnya meninggal pada Maret 2021 lalu.
Baca Juga:
Dr. Elizabeth Yasmine Wardoyo: Nyeri Pinggang Bukan Pertanda Gagal Ginjal
Kasus infeksi ganda virus corona yang diderita nenek
tersebut akan disampaikan oleh para ilmuwan Belgia pada European Congress on
Clinical Microbiology & Infectious Diseases yang dihelat selama 9-12 Juli
2021.
"Ini adalah salah satu kasus koinfeksi pertama yang terdokumentasi
dengan dua varian Sars-CoV-2 yang menjadi perhatian," kata ahli biologi
molekuler Anne Vankeerberghen, yang membantu menulis studi tentang kasus ini.
Nenek tersebut, yang belum divaksinasi, dirawat di rumah
sakit di kota Aalst, Belgia, pada 3 Maret 2021, setelah beberapa kali sakit dan
dipastikan positif COVID-19 pada hari yang sama. Meskipun tidak menunjukkan
tanda-tanda awal gangguan pernapasan, kondisi kesehatannya memburuk dan
meninggal lima hari setelah masuk rumah sakit.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Tangerang Minta RSUD Tangani Kasus Kompleks Tanpa Rujukan Eksternal
Ketika sampel pernapasan pasien diproses untuk pengurutan
genom, para peneliti menemukan bahwa dia telah terinfeksi oleh varian Alpha dan
Beta, yang pertama kali teridentifikasi di Inggris dan Afrika Selatan.
"Kedua varian ini
beredar di Belgia pada saat itu, jadi kemungkinan wanita itu terinfeksi virus
yang berbeda dari dua orang yang berbeda. Sayangnya, kami tidak tahu bagaimana
dia terinfeksi," terang Vankeerberghen.
"Dia adalah seorang wanita yang tinggal sendirian,
tetapi dia mendapat banyak pembantu yang datang untuk merawatnya. Apakah
koinfeksi dari dua varian yang menjadi perhatian memainkan peran dalam
perburukan cepat pasien? Sulit untuk dikatakan."
Perbedaan varian corona hadir dari proses mutasi virus
tersebut. Mutasi sendiri sebenarnya adalah hal yang wajar dalam kehidupan semua
organisme. Mutasi dapat dipahami sebagai perubahan urutan genetika. Dalam kasus
virus corona, mutasi terjadi saat mereka hendak memperbanyak diri (replikasi)
di sel manusia.
Sebelum kasus di Belgia muncul, para ilmuwan telah menemukan
infeksi dua varian corona sekaligus sejak Januari 2021 di Brasil. Dalam laporan
yang di-posting di situs pra-publikasi ilmiah MedRxiv pada Kamis (26/1), para
peneliti setidaknya menemukan dua pasien yang mengalami infeksi dua varian
corona sekaligus.
"Kami adalah orang
pertama yang mengidentifikasi dua peristiwa koinfeksi independen yang
disebabkan oleh terjadinya B.1.1.28 (E484K) dengan garis keturunan B.1.1.248
atau B.1.91," aku para peneliti dalam laporan mereka, yang belum ditinjau oleh
rekan sejawat ilmuwan lain.
Kedua pasien tersebut, kata peneliti, berusia 30-an tahun.
Gejala mereka dilaporkan ringan, dengan batuk kering pada satu kasus, serta
batuk, sakit tenggorokan, dan sakit kepala pada kasus kedua. Keduanya tidak
membutuhkan rawat inap.
Meski demikian, dua kasus infeksi ganda di Brasil belum
dipublikasi di jurnal ilmiah. "Hingga saat ini, belum ada kasus lain yang
dipublikasikan," tutur Vankeerberghen.
Seberapa sering infeksi dua varian corona sekaligus? Apa
dampaknya?
Hingga saat ini, para ilmuwan masih sulit menjelaskan
seberapa sering terjadinya infeksi dua varian corona sekaligus. Menurut
Vankeerberghen, jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang para ilmuwan
laporkan.
"Kemunculan global
dari fenomena ini mungkin diremehkan karena pengujian terbatas untuk varian
yang menjadi perhatian dan kurangnya cara sederhana untuk mengidentifikasi
koinfeksi dengan sekuensing seluruh genom," katanya.
Senada dengan Vankeerberghen, Rowland Kao, seorang profesor
epidemiologi veteriner dan ilmu data di University of Edinburgh, mengatakan
"sangat sulit" untuk membuat kesimpulan umum dual infeksi dari satu
kasus.
"Perlu dicatat bahwa, dengan jutaan kasus Covid-19 di
seluruh dunia, setidaknya akan ada beberapa individu yang akan terpapar lebih
dari satu varian virus dalam waktu yang cukup dekat sehingga respons kekebalan
apa pun karena paparan pertama akan memiliki pengaruh kecil pada kemungkinan
infeksi dengan yang kedua, setelah terpapar," ujarnya kepada The Independent.
Meski demikian, kasus dual infeksi virus corona bukanlah hal
yang mengagetkan, menurut ahli virologi di University of Warwick, Inggris,
Lawrence Young.
"Mendeteksi dua varian dominan yang menjadi perhatian
pada satu orang bukanlah kejutan - ini bisa ditularkan oleh satu individu yang
terinfeksi, atau melalui kontak dengan banyak orang yang terinfeksi," ucapnya
kepada BBC.
Young menambahkan, penelitian tambahan diperlukan untuk
menentukan apakah infeksi dua varian corona sekaligus dapat membahayakan
kemanjuran vaksinasi atau memperburuk kasus COVID-19.
Para ilmuwan mengkhawatirkan bahwa infeksi ganda dapat
menyebabkan fenomena rekombinasi. Ini merupakan proses di mana dua varian virus
corona berkumpul dalam sel yang sama dari inang manusia dan bertukar segmen
genom mereka.
Tidak seperti mutasi virus corona biasa, yang mengubah kode
genetik virus selangkah demi selangkah, rekombinasi dapat menghasilkan
perubahan besar pada genom virus corona dalam satu waktu.
Akibatnya, virus gabungan yang baru dapat memperoleh
sejumlah karakteristik berbeda yang membuatnya lebih mudah menular atau lebih
cocok untuk menghindari elemen-elemen tertentu dari respons imun tubuh. Kendati
demikian, rekombinasi juga mungkin membuat virus kehilangan fitur-fitur
menguntungkan dari dua varian orang tuanya yang awalnya berfungsi menginfeksi
sel inang. [qnt]