WahanaNews.co | Invasi Rusia ke Ukraina menciptakan situasi krisis gandum. Pasalnya, harga gandum meroket 13% akibat invasi tersebut.
Efek dari kelangkaan gandum atau terganggunya rantai pasok gandum dari Ukraina, bisa mempengaruhi berbagai variabel.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Pertama, produsen makanan dan minuman yang berbahan dasar gandum akan melakukan berbagai cara untuk memangkas biaya produksi.
"Untuk memangkas biaya produksi atau meneruskan kenaikan harga gandum kepada konsumen, artinya mie instan, roti, itu harganya akan lebih mahal," ujar Ekonom Bhima Yudhistira kepada MNC Portal di Jakarta, Minggu (27/2/2022).
Dia menyebutkan, dalam jangka pendek maupun panjang, akan terjadi penyesuaian harga di level konsumen.
Baca Juga:
Selama di Indonesia Paus Fransiskus Tak Akan Naik Mobil Mewah-Anti Peluru
Sementara, tidak semua konsumen siap dengan kenaikan harga, apalagi kenaikan harga misal menjadi Rp 500-1.000 untuk mie instan, tentunya banyak masyarakat kelas menengah ke bawah yang terdampak.
"Kedua, mereka (produsen) akan mencari cara untuk alternatif pemasok gandum selain dari Ukraina. Masih ada Australia, Amerika Serikat, dan China. Ini yang harus segera dilakukan dan langsung dilakukan kontrak jangka panjang sehingga pasokan dan stabilitas harganya bisa terjamin," ungkap Bhima.
Dalam konteks itu juga, sambung dia, karena gandum sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, maka peran dari pemerintah dan BULOG penting untuk membantu dan memfasilitasi para importir untuk mencari negara-negara yang siap untuk memasok gandum.
"Kementerian Perdagangan juga diharapkan memfasilitasi para importir gandum ini untuk bisa mengamankan harga," tambahnya.
Momentum ini, menurut Bhima, adalah kesempatan bagi alternatif bahan dasar selain gandum yang diproduksi di dalam negeri, untuk mengambil peran mengisi kekosongan akibat harga gandum yang meningkat sehingga mereka bisa meningkatkan produksinya, mulai dari beras, jagung, dan alternatif karbohidrat lainnya yang bisa didorong.
Sehingga, ketergantungan terhadap gandum impor pun juga bisa berkurang secara bertahap dengan produktivitas pangan lokal yang lebih dominan.
"Misal mie instan kan tidak hanya dari gandum, tapi banyak varian alternatif yang diproduksi dalam negeri. Ini salah satu kesempatan juga untuk mengedukasi konsumen bahwa ketergantungan impor gandum tidak selamanya menguntungkan bagi perekonomian nasional. Harus ada upaya mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor," pungkasnya. [rin]