WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah jeda usai gencatan senjata berdarah antara Iran dan Israel, dunia kembali dibuat terkejut.
China dilaporkan telah mengirim sistem pertahanan udara canggih ke Teheran, sebagai bagian dari kerja sama senyap antara dua kekuatan yang sama-sama berhadapan dengan tekanan Barat.
Baca Juga:
ASEAN Mantapkan Langkah Perkuat Kawasan Bebas Nuklir, RI Tekankan Kolaborasi Global
Rudal-rudal itu dibayar bukan dengan uang, melainkan dengan minyak Iran.
Informasi yang diperoleh Middle East Eye menyebut, pengiriman sistem rudal permukaan-ke-udara (SAM) dari Beijing ke Teheran terjadi hanya beberapa hari setelah gencatan senjata resmi diumumkan pada 24 Juni 2025.
Iran disebut tengah berpacu dengan waktu membangun ulang kemampuan pertahanan udaranya yang sempat dihancurkan oleh serangan udara Israel.
Baca Juga:
PMI Paluta Peduli Pangarahon Harahap Menderita Sakit Kronis.
“Iran membayar sistem rudal ini dengan minyak mentah,” ungkap seorang pejabat Arab kepada MEE. Ia berbicara dalam kondisi anonim karena menyangkut informasi intelijen sensitif.
Kabar ini sontak membuat kalangan Barat waspada. Pemerintah Amerika Serikat disebut telah diberitahu mengenai langkah Iran tersebut, dan kini tengah mengamati dengan cermat dampaknya terhadap keseimbangan kekuatan di Timur Tengah.
Barat panik. Bukan hanya karena Iran mendapatkan kembali sistem pertahanannya, tetapi juga karena pola kerja sama “barter senjata dan energi” antara Teheran dan Beijing bisa menjadi preseden yang menggoyahkan sistem sanksi global.
China selama ini dikenal sebagai importir utama minyak mentah Iran.
Bahkan, laporan Badan Informasi Energi AS pada Mei 2025 menyebut bahwa 90 persen ekspor minyak Iran kini mengalir ke Beijing, sebagian besar melalui jalur tak resmi menggunakan negara ketiga seperti Malaysia untuk menghindari deteksi sanksi.
"Orang Iran terlibat dalam cara-cara perdagangan yang kreatif," ujar salah satu sumber.
Sementara di Washington, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump dijadwalkan membahas peningkatan kemampuan militer Iran dalam pertemuan penting yang segera berlangsung.
Sebelumnya, dalam konflik 12 hari yang mematikan, Israel mengklaim telah menguasai langit Iran, menghancurkan sejumlah fasilitas militer strategis dan membunuh jenderal hingga ilmuwan nuklir Teheran.
Namun, Iran membalas dengan gempuran rudal balistik yang menghantam Tel Aviv dan Haifa, memaksa kedua pihak akhirnya duduk di meja gencatan senjata.
Kini, dengan rudal baru dari China, Iran tampaknya tidak hanya memulihkan kekuatan, tapi juga siap membangun sistem pertahanan udara yang lebih tangguh.
Sumber militer menyebut pengiriman ini bisa mencakup sistem seperti HQ-9 atau varian lainnya, yang diyakini memiliki kemampuan menghadapi pesawat tempur modern termasuk F-35 milik Israel.
China sendiri tak asing dalam menjual sistem rudal ke negara-negara sensitif. Pakistan dan Mesir juga telah menerima sistem HQ-9 dari Beijing.
Sedangkan Iran, sejak era perang Irak-Iran, telah mendapatkan rudal Silkworm dari China melalui Korea Utara, dan terakhir dilaporkan mengoperasikan HQ-9 sejak 2010.
Di sisi lain, Iran tetap mengandalkan sistem pertahanan dalam negeri seperti Bavar-373 dan seri Khordad, serta S-300 dari Rusia.
Namun tambahan baru dari China disebut dapat memberikan lapisan perlindungan tambahan terhadap serangan udara maupun rudal jelajah.
Hubungan Beijing–Teheran kini memasuki babak baru yang jauh lebih eksplisit, dan dunia, terutama Barat, mulai menyadari konsekuensinya.
Pertanyaannya sekarang: apakah ini awal dari poros pertahanan baru Timur yang bisa menggoyahkan dominasi Barat di kawasan?
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]