WahanaNews.co | Pemerintah dan pengadilan Iran tengah mengkaji undang-undang yang mewajibkan perempuan untuk menutupi kepala mereka, usai terjadinya protes mematikan selama lebih dari dua bulan.
Demonstrasi dimulai pasca kematian Mahsa Amini, wanita Kurdi berusia 22 yang meninggal dalam tahanan pada 16 September. Polisi moralitas Iran menangkapnya karena dugaan pelanggaran aturan berpakaian wanita.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Dalam unjuk rasa yang pecah setelahnya, para demonstran membakar penutup kepala mereka dan meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah.
Sejak kematian Amini semakin banyak wanita yang tidak memakai jilbab, terutama di bagian utara Teheran yang lebih modis.
Hukum wajib jilbab semua wanita di Iran diterapkan pada April 1983, empat tahun setelah revolusi 1979 yang menggulingkan monarki yang didukung AS.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
"Baik parlemen dan kehakiman sedang bekerja (mengenai masalah ini), apakah undang-undang perlu diubah,” kata Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri di kota suci Qom dikutip pada Jumat (2/12/2922) oleh kantor berita ISNA.
Dia tidak merinci apa yang bisa diubah dalam undang-undang tersebut.
Tim peninjau bertemu pada Rabu (30/11/2022) dengan komisi budaya parlemen "dan akan melihat hasilnya dalam satu atau dua minggu", kata jaksa agung.