WAHANANEWS.CO, Jakarta - Israel kembali diguncang serangan udara yang mengguncang rasa aman warganya.
Dalam sebuah kejadian dramatis, sistem pertahanan yang selama ini diklaim sebagai salah satu yang tercanggih di dunia, Iron Dome, gagal menghentikan laju rudal balistik yang melesat dari Yaman.
Baca Juga:
Serangan Hipersonik ‘Palestina 2’ Tembus Pertahanan Israel, Yaman Nyatakan Perang Terbuka
Dunia kini bertanya-tanya: apakah dominasi udara Israel mulai retak?
Sebuah rudal balistik kecepatan tinggi yang diluncurkan oleh kelompok Houthi dari wilayah Yaman sukses menembus sistem pertahanan udara Israel dan meledak di dekat Bandara Internasional Ben Gurion, pusat aktivitas penerbangan terbesar Israel, pada Sabtu (3/5/2025).
Ledakan besar itu melukai sedikitnya enam orang dan menciptakan kepanikan nasional.
Baca Juga:
Houthi Akui Secara Terbuka Targetkan Kapal Induk AS USS Harry S. Truman di Laut Merah
Kegagalan ini mencoreng reputasi sistem pertahanan udara Israel yang selama ini dianggap kebal terhadap ancaman dari luar.
Militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah melakukan sejumlah upaya pencegatan melalui sistem Iron Dome dan David’s Sling, namun rudal berhasil menembus dan mencapai area kritis.
Ledakan terjadi di dalam perimeter Bandara Ben Gurion, hanya satu kilometer dari area parkir pesawat di Terminal 3. Kawah besar pun terbentuk, menjadi bukti dahsyatnya daya hancur rudal tersebut.
“Ini adalah pesan keras bahwa sistem pertahanan Israel bisa dibobol,” kata Kolonel (Purn.) Daniel Harari, analis militer Israel kepada Channel 12 News. “Serangan ini bukan hanya simbolik, tapi juga strategis, karena menyasar jantung infrastruktur sipil yang sangat dijaga.”
Otoritas layanan darurat Israel melaporkan bahwa enam korban luka telah dievakuasi dan dirawat akibat ledakan.
Meski tidak ada kerusakan berarti pada landasan atau terminal, otoritas bandara menegaskan bahwa aktivitas penerbangan tetap berjalan normal dengan pengamanan ekstra.
Video yang dirilis oleh Kepolisian Israel menunjukkan kawah besar di tanah dengan menara kontrol lalu lintas di latar belakang, memperlihatkan betapa dekatnya lokasi ledakan dengan jantung operasional bandara. Penyelidikan kini sedang dilakukan oleh Angkatan Udara Israel.
“Pertanyaannya bukan sekadar ‘mengapa gagal dicegat’, tapi juga ‘mengapa bisa sampai sedekat itu ke target utama,’” tegas Dr. Amos Givati, pakar pertahanan udara dari Universitas Tel Aviv.
“Ini menunjukkan adanya celah dalam sistem deteksi dini maupun kemampuan respons cepat.”
Kelompok Houthi dengan lantang menyatakan bahwa rudal supersonik mereka telah diluncurkan khusus untuk menargetkan Bandara Ben Gurion.
Dalam pernyataan mereka, Houthi juga mengeluarkan peringatan kepada seluruh maskapai bahwa bandara-bandara di Israel kini tidak lagi aman digunakan.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pun merespons dengan nada keras. Ia bersumpah akan membalas “tujuh kali lebih dahsyat” kepada siapa pun yang mencoba melukai Israel.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu langsung mengadakan pertemuan darurat dengan jajaran militer dan keamanan tinggi untuk merumuskan respons yang sesuai.
Langkah Houthi mendapat sambutan dari Hamas, yang menyatakan dukungan terhadap serangan itu.
Kedua kelompok ini dikenal sebagai bagian dari “poros perlawanan” yang mendapat dukungan dari Iran dan sama-sama memusuhi Israel serta sekutunya di Barat.
Sejak konflik besar antara Israel dan Hamas pecah pada akhir 2023, Houthi secara aktif terlibat dalam serangan solidaritas, termasuk peluncuran rudal dan drone ke wilayah Israel, serta gangguan terhadap kapal kargo di Laut Merah.
“Koordinasi antara kelompok seperti Houthi dan Hamas menunjukkan bahwa Israel kini menghadapi ancaman multifront yang lebih kompleks dari sebelumnya,” ujar Brigjen (Purn.) Nitzan Alon, mantan pejabat intelijen militer Israel.
Setelah jeda singkat serangan pada Januari 2025 akibat gencatan senjata di Gaza, Houthi kembali aktif sejak pertengahan Maret ketika Israel melanjutkan operasi militernya.
Serangan pada 3 Mei ini adalah serangan ketiga dalam dua hari terakhir yang diklaim oleh Houthi, tanda bahwa babak baru eskalasi tengah dimulai.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]