WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara tiba-tiba mendeklarasikan kemenangan atas kelompok Houthi di Yaman dan mengumumkan penghentian kampanye pengeboman, pada pada 6 Mei 2025.
Namun, laporan investigasi terbaru mengungkap bahwa keputusan ini bukan lahir dari kemenangan militer, melainkan dari tekanan kekalahan yang nyaris terbuka.
Baca Juga:
Benarkah AS Tak Lagi Adidaya? Ini 3 Penyebab Runtuhnya Amerika Versi Warganya Sendiri
Menurut laporan The New York Times, setelah dua bulan pemboman intensif yang menghabiskan lebih dari USD 1 miliar, serta kehilangan tujuh drone MQ-9 Reaper dan dua jet tempur F/A-18 Super Hornet, AS tetap gagal menghentikan serangan Houthi di Laut Merah.
Lebih parahnya, rudal Houthi nyaris menjatuhkan jet F-16 dan F-35, dua pesawat tempur paling canggih milik Amerika.
Trump, menurut laporan, memanfaatkan tawaran kompromi dari Houthi: kelompok itu bersedia menghentikan serangan terhadap kapal-kapal AS -- tanpa menjamin perlindungan bagi kapal-kapal yang dianggap membantu Israel -- jika Washington menghentikan pengeboman di Yaman.
Baca Juga:
Teror Drone Kamikaze Guncang Pangkalan Irak, Siapa Dalangnya?
Pemerintah AS pun menyambut kesepakatan itu dengan deklarasi "kemenangan", meskipun kenyataan di medan tempur menunjukkan sebaliknya.
Jet Tempur Siluman dalam Ancaman Serius
Fakta paling mengejutkan dalam laporan NYT adalah hampir jatuhnya F-35, pesawat siluman generasi kelima yang berharga lebih dari USD 100 juta, akibat serangan sistem pertahanan rudal milik Houthi.