WahanaNews.co | Rezim Taliban memutuskan memberlakukan larangan secara total penggunaan mata uang asing di Afghanistan.
Langkah ekstrem itu dinilai sejumlah pihak bisa menyebabkan gangguan terhadap perekonomian Afghanistan yang kini semakin berada di ambang kehancuran.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
"Situasi ekonomi dan kepentingan di negara ini mengharuskan semua warga Afghanistan menggunakan mata uang Afghanistan dalam setiap perdagangan dan transaksi mereka," kata Taliban dalam sebuah pernyataan kepada wartawan di Kabul pada Selasa (2/11).
Selama ini, mata uang dolar Amerika Serikat tersebar luas di pasar Afghanistan. Mata uang asing lainnya terutama negara-negara tetangga juga banyak digunakan di kota-kota pelosok di perbatasan.
Dikutip Reuters, larangan mata uang asing ini berlaku ketika rezim Taliban dikabarkan kehabisan uang.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Seorang pejabat tinggi bank sentral Afghanistan, Shah Mehrabi, mengatakan situasi keuangan negara yang kini dikuasai Taliban semakin putus asa karena jumlah kas uang tunai yang dipegang semakin berkurang.
Mehrabi bahkan mengatakan rezim Taliban hanya memiliki uang tunai yang cukup untuk menjaga Afghanistan kira-kira sampai akhir 2021 saja.
Taliban pun mendesak pencairan aset-aset cadangan Afghanistan di luar negeri, terutama bank sentral Amerika Serikat dan bank-bank lainnya di Eropa.
Sebab, sejak Taliban mengambil alih pemerintahan pada Agustus lalu, negara-negara Barat menangguhkan hubungan dengan Afghanistan, termasuk aliran bantuan.
Sebagian besar negara tempat Afghanistan memarkirkan aset-asetnya di luar negeri juga membekukan uang bernilai miliaran dolar tersebut.
Aset Afghanistan yang dibekukan di AS ditaksir mencapai US$7 miliar atau setara Rp99,8 triliun. Aset itu disebut tersimpan di Federal Reserve Bank of New York.
Sementara di negara-negara Eropa lainnya seperti di Bank for International Settlements, aset negara itu ditaksir mencapai US$1,3 miliar (Rp18,5 triliun). [dhn]