WahanaNews.co | Militer Korea Selatan mengatakan Korea Utara telah menembakkan proyektil yang diyakini merupakan rudal balistik dari kapal selam (SLBM) ke perairan lepas pantai timurnya sekitar pukul 05.07 GMT (12.07 WIB) pada Sabtu dari sekitar Sinpo, di mana Korut mengerahkan kapal selam dan peralatan uji tembak SLBM.
Korut menembakkan rudal balistik pada Sabtu (7/5/2022), tiga hari sebelum pelantikan presiden terpilih Korsel Yoon Suk-yeol, yang berjanji untuk mengambil sikap tegas terhadap Korut.
Baca Juga:
Pjs. Gubernur Kaltara Togap Simangunsong Terima Kunjungan Investor Korea Selatan Oktober 2024
Militer Korsel mengatakan Korut menembakkan proyektil yang diyakini merupakan rudal balistik dari kapal selam (SLBM) ke perairan lepas pantai timurnya sekitar pukul 05.07 GMT (12.07 WIB) pada Sabtu dari sekitar Sinpo, di mana Korut mengerahkan kapal selam dan peralatan uji tembak SLBM.
Kementerian pertahanan Jepang juga mencuit bahwa proyektil tersebut bisa jadi adalah rudal balistik.
Media penyiaran publik Jepang NHK yang mengutip sumber-sumber pemerintah mengatakan proyektil tersebut mendarat di luar zona ekonomi eksklusif negaranya.
Pada Rabu (4/5/2022) Korut menembakkan rudal balistik ke perairan pantai timurnya, kata Korsel dan Jepang, setelah Pyongyang bertekad untuk mengembangkan persenjataan nuklirnya "dengan kecepatan sepesat mungkin".
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
Amerika Serikat menilai Korut tengah mempersiapkan situs uji nuklirnya di Punggye-ri dan siap melakukan pengujian di sana paling cepat pada bulan ini.
"Ketimbang menerima undangan dialog, rezim Kim tampaknya bersiap melakukan uji rudal berhulu ledak nuklir taktis. Waktunya sebagian besar akan bergantung pada kesiapan lorong bawah tanah dan teknologi peralatan termodifikasi," kata Leif-Eric Easley, profesor Universitas Ewha di Seoul.
"Tes nuklir ketujuh akan menjadi yang pertama sejak September 2017 dan memicu ketegangan di Semenanjung Korea, meningkatkan risiko salah perhitungan dan miskomunikasi antara rezim Kim dan pemerintah Yoon," terangnya.