Para pemimpinnya, termasuk Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, kini berada dalam tahanan rumah dan diadili atas tuduhan yang secara luas terlihat dirancang untuk menghalangi mereka dari politik.
Anggota parlemen yang digulingkan kini menyatukan diri di bawah pemerintahan bayangan bernama Pemerintahan Persatuan Nasional NUG yang menyaingi junta, untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai perwakilan sah Myanmar. NUG juga telah meminta untuk mewakili Myanmar di KTT Asean.
Baca Juga:
Strategi Kolaborasi Ekonomi Indonesia-Australia Kembali Diperkuat untuk Lanjutkan Berbagai Komitmen Kerja Sama
Junta militer yang menuduh maraknya kecurangan selama pemilihan Myanmar November lalu, menyebut NUG sebagai “kelompok teroris bersenjata” dan sudah menyampingkan negosiasi dengan NUG.
Junta militer juga melarang Menteri Luar Negeri II Brunei Erywan Yusof, yang merupakan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, dari bertemu langsung dengan Aung San Suu Kyi.
Sebagai bagian dari “Konsensus Lima Poin” ASEAN yang disusun pada bulan April selama pertemuan darurat sebelumnya di hadapan Jenderal Min Aung Hlaing, Erywan akan melakukan perjalanan ke Myanmar untuk bertemu pemangku kepentingan politik utama guna mendorong dialog. Perjalanan itu belum terjadi.
Baca Juga:
Dukung World Water Forum 2024, PLN Bakal Siapkan 52 Charging Station
Tidak jelas apa yang akan terjadi pada kantor utusan khusus tersebut setelah Kamboja mengambil alih kepemimpinan ASEAN pada akhir KTT hari Kamis nanti.
Sementara ASEAN belum secara resmi mengakui junta militer sebagai pemerintah baru Myanmar yang sah, para menteri dan pegawai negeri sipil di bawah kendali junta sejauh ini diizinkan untuk mengambil bagian dalam pertemuan resmi ASEAN.
Junta militer, pada gilirannya, menggunakan gambar-gambar dari pertemuan semacam itu untuk memperkuat legitimasinya.