WahanaNews.co | Youssef Atallah, pengungsi Suriah, sempat khawatir tak akan mampu bertahan di dalam hutan di perbatasan Belarusia-Polandia.
Apalagi tanpa bekal makanan dan minuman di tengah cuaca yang sangat dingin.
Baca Juga:
Sesama Pengungsi, Warga Afghanistan dan Ukraina Saling Gusur di Jerman
Ia juga susah bernapas melalui hidung karena tulang hidungnya patah setelah dipukul tentara Belarusia.
Beruntung, ia lalu dibawa ke kamp pengungsian di Bialystok, Polandia timur.
Atallah termasuk salah satu dari ribuan pengungsi yang terjebak di perbatasan Belarusia dan Polandia.
Baca Juga:
IRAP Serukan Kesetaraan Perlakuan terhadap Pengungsi Afghanistan dan Ukraina
Ribuan pengungsi dan pencari suaka yang mayoritas berasal dari Timur Tengah terjebak di tengah-tengah, tak bisa maju atau mundur, karena disuruh masuk lagi ke Belarusia oleh tentara Polandia.
Ketika kembali ke wilayah Belarusia, mereka juga tidak boleh masuk lagi dan disuruh tetap masuk Polandia.
”Kami ingin kembali ke Minsk (ibu kota Belarusia) saja. Kami sudah tidak mau melanjutkan perjalanan. Tetapi, mereka melarang kami kembali ke Minsk dan tetap disuruh ke Polandia,” kata Atallah.
Seorang pengungsi dari Afghanistan yang tidak mau disebutkan namanya juga menceritakan pengalamannya terjebak di perbatasan Belarusia-Polandia.
Tidak ada jalan lain selain tetap mencoba menyeberang masuk Polandia dengan bantuan tentara-tentara Belarusia.
Ia melarikan diri dari Afghanistan setelah kelompok Taliban kembali berkuasa, Agustus lalu.
Setiap malam, tentara Belarusia membawa pergi 30-40 pengungsi dari kamp pengungsian ke perbatasan.
”Kalau tidak ada penjaga, tentara memberi kami pemotong kawat dan memaksa migran masuk Polandia,” ujarnya.
Thaer Rezk (29), migran dari Homs, Suriah, mengatakan, penjaga Belarusia terkadang menggali lubang di bawah pagar perbatasan untuk membantu pengungsi masuk Polandia atau Lithuania.
Sesulit apa pun perjalanan, Rezk optimistis dengan masa depannya di Uni Eropa.
”Saya merasa aman sekarang. Saya yakin akan bisa membangun karier yang bagus dan anak saya bisa dapat pendidikan bagus. Masa depannya akan aman,” ujarnya.
UE yang berkali-kali menjatuhkan sanksi terhadap Belarusia karena pelanggaran hak asasi manusia itu menuding Belarusia sengaja memikat pengungsi dari negara-negara yang tengah dilanda perang atau kemiskinan, lalu mengirim mereka sebagai pion untuk menyeberang ke Polandia dan memicu konflik atau gejolak kekerasan di wilayah itu.
Kepala Badan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Michelle Bachelet, Rabu, menilai krisis pengungsi di perbatasan Polandia-Belarusia itu tidak bisa dibiarkan saja karena pencari suaka tidak seharusnya terdampar seperti itu.
Negara-negara yang terlibat didesak untuk segera menangani situasi ini dan menjalankan kewajibannya sesuai dengan UU HAM internasional dan UU pengungsi.
Bachelet menegaskan, dalam UU internasional, tidak boleh ada seorang pun yang dilarang untuk mencari suaka.
”Beberapa orang tewas dalam beberapa bulan. Pemerintah di kawasan itu tidak bisa diam saja dan membiarkan korban berjatuhan. Negara berkewajiban melindungi hak untuk hidup,” ujarnya.
Polandia mengaku mereka sudah mendorong balik ratusan pengungsi ke Belarusia lagi.
Polandia menuding Belarusia dan Rusia memang berusaha memicu krisis di perbatasan Eropa.
Negara-negara Barat juga menuding Presiden Belarusia Alexander Lukashenko sengaja menarik pengungsi ke negaranya dan mengirimkan mereka masuk ke Polandia sebagai bentuk pembalasan atas sanksi yang mereka terima.
”Ini bentuk terorisme,” kata Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki.
Kepala Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, sedang mempersiapkan sanksi yang lebih tegas lagi pada Belarusia.
Pasalnya, apa yang dilakukan Belarusia itu jelas upaya melemahkan negara-negara tetangganya yang demokratis.
”Ini tidak akan berhasil,” ujarnya setelah bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, di Washington, AS.
Selama berbulan-bulan ini para pengungsi berusaha menyeberang perbatasan, tetapi krisisnya menjadi semakin parah ketika ratusan pengungsi memaksa masuk dan diusir penjaga perbatasan Polandia.
Mereka lalu membangun tenda-tenda persis di pagar kawat perbatasan dan membakar kayu dari hutan agar tetap hangat.
Suasana di perbatasan itu selalu tegang karena pemeriksaan tanpa henti.
”Suasana tegang karena suara sirene dan helikopter tanpa henti,” kata Izabela Korecki (38).
Polandia mengirimkan 15.000 tentaranya ke perbatasan bersama dengan polisi dan penjaga perbatasan.
Ini untuk mencegah upaya Belarusia yang dituding mengintimidasi dan memaksa pengungsi menyeberangi perbatasan.
Sebaliknya, Belarusia menuding Polandia melanggar norma-norma internasional dengan menghalangi pengungsi masuk, bahkan memukuli mereka.
Sukarelawan di Yayasan Ocalenie, Anna Chmielewska, sudah mengumpulkan pakaian dan makanan yang hendak diberikan kepada para pengungsi.
”Kami siap membantu, tetapi tidak bisa. Sukarelawan hanya bisa membantu pengungsi yang sudah masuk ke sini,” ujarnya.
Kyle McNally, penasihat kemanusiaan di Dokter Tanpa Batas, mendesak agar segera ada tindakan karena kondisi para pengungsi memprihatinkan dan memburuk.
UE meminta bantuan organisasi-organisasi kemanusiaan untuk segera memberikan bantuan.
Kanselir Jerman Angela Merkel meminta bantuan Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk membujuk Belarusia menghentikan apa pun yang mereka lakukan kepada pengungsi.
Namun, masalahnya, Belarusia dan Rusia sudah sama-sama mengatakan negara-negara Barat-lah yang harus menangani gelombang pengungsi karena toh itu akibat intervensi militer mereka di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Belarusia, Vladimir Makei, juga menegaskan justru UE yang menyebabkan krisis ini karena membutuhkan alasan untuk menjatuhkan sanksi baru lagi.
”Krisis pengungsi ini dipicu oleh UE sendiri dan Polandia,” ujarnya. [dhn]