Beberapa dari mereka yang berperan dalam Holokos diadili di Nuremberg segera setelah perang berakhir.
"Pengadilan Nuremberg adalah puncak gunung es," kata Zuroff.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siap Identifikasi 9 Kerangka Tentara Jepang Korban PD II di Biak
"Di setiap negara di Eropa, ada ratusan kasus, terkadang ribuan. Di Jerman Barat dari tahun 1949 hingga 1985 ada 200.000 investigasi, 120.000 dakwaan, tetapi kurang dari 7.000 hukuman," lanjutnya.
Namun, antusiasme awal untuk membawa Nazi ke pengadilan berkurang sejak tahun 1960-an, dan hari ini, kata Zuroff, pihak berwenang memiliki alasan-alasan yang sangat jelas untuk tidak meluangkan waktu dan sumber daya mereka melakukan upaya tersebut.
"Bandingkan Nazi berusia 90 tahun dengan seorang pembunuh berantai. Di negara normal mana pun, polisi akan mencari pembunuh berantai karena mereka akan terus membunuh sampai mereka dihentikan. Berapa peluang seorang Nazi berusia 90 tahun untuk membunuh seseorang? Itu nol," katanya.
Baca Juga:
Kritik Israel, Putri UEA Singgung Tragedi “Holocaust” di Perang Dunia II
Jadi, jika Nazi ingin diadili, pemburu seperti Zuroff-lah yang harus bekerja keras, dan mereka berpacu dengan waktu.
Zuroff mengatakan kepada surat kabar Inggris, Guardian, bahwa dia pasti adalah satu-satunya orang di dunia yang berharap sisa penjahat Nazi tetap sehat agar bisa diadili.
Untuk meningkatkan usahanya, ia meluncurkan kembali "Operation Last Chance" satu dekade lalu, dengan hadiah uang tunai sebesar US$ 25.000 (sekitar Rp 360 juta) untuk informasi tentang penjahat Nazi.