WahanaNews.co | Jepang dan Inggris telah sepakat bekerjasama, menyatukan teknologi --dan uang-- mereka dalam proyek jet tempur generasi masa depan.
Kesepakatan kerjasama itu diumumkan di hari pertama pameran udara di Farnborough, Inggris, 18 Juli 2022.
Baca Juga:
Mabes TNI Kirim Prajurit Terbaiknya Ikuti Latihan Integrasi Di Australia
Kerjasama Program F-X Jepang dan Tempest Inggris ini menarget jet tempur supersonik kembar hasil kolaborasi itu terbang perdana, menjadi dua dari jet tempur generasi keenam yang pertama di dunia, pada awal 2030-an.
Sedangkan dalam lima tahun ke depan diharapkan pesawat demostratornya sudah mulai menguji fitur seperti kemampuan terbang siluman.
Jet tempur diperkirakan hanya akan memiliki perbedaan minor di antara keduanya untuk memberi ruang kebutuhan unik masing-masing negara.
Baca Juga:
Panglima TNI Tinjau Kesiapan Puncak Peringatan HUT Ke-79 TNI di Monas
Pemerintah Inggris telah memperkenalkan jet tempur Tempest pada 2018.
Pada tahun kelima, jet tempur Tempest diplot sudah bisa menggantikan Typhoon, buah desain 1980-an yang sekalipun efektif namun tertinggal dibandingkan kebutuhan jet tempur modern terutama terbang siluman.
Sedangkan Pemerintah Jepang aslinya merencanakan pembelian jet tempur F-22 Raptor untuk mengganti armada jet tempur F-15 miliknya yang sudah menua.
Namun Jepang terbentur legislasi di AS yang melarang penjualan F-22 ke negara lain.
Jepang kemudian membeli lebih dari 150 pesawat F-35, namun tetap menginginkan sebuah jet tempur yang didedikasikan sebagai penguasa di udara.
Didorong ambisi itu, pada 2016, Jepang menerbangkan demostrator untuk teknologi jet tempur X-2.
Ini merintis jet tempur superior, disebut F3, yang diproyeksi bakal terbang perdana 2028 dan mulai digunakan 2035.
Jepang merupakan negara keempat yang mampu membuat pesawat tempur generasi kelima, setelah melakukan uji coba terbang jet tempur X-2 Shinshin, pada April 2016.
X-2 Shinshin adalah pesawat experimental untuk menemukan teknologi pesawat tempur siluman Jepang, yang disebut F-3. X-2 terbang pertama, pada 22 April 2016.
Inggris dan Jepang pernah sebelumnya setuju bertukar informasi untuk program jet tempur pada 2017, tapi ini terdengar seperti kesepakatan basa basi.
Tapi kesepakatan yang baru memberi sinyal kalau kedua pemerintahan melihat bisa bekerja sama saling menguntungkan, atau Inggris dan Jepang sama-sama didorong oleh tingginya produksi jet tempur modern.
The Guardian memperkirakan Program Tempest akan berbiaya US$ 29 miliar atau setara Rp 434 triliun.
Pada 2020, Forbes membuat estimasi biaya untuk Program F3 pada angka US$48 miliar.
Dalam kasus F3, itu ekuivalen dengan nilai anggaran pertahanan Jepang selama setahun.
Tempest dikembangkan oleh BAE Systems, dengan dukungan dari Leonardo asal Italia dan mesin dari Rolls-Royce.
Program F3 dipimpin Mitsubishi Heavy Industrie dan dukungan antara lain dari Lockheed Martin.
Laporan The Guardian menyatakan kedua negara akan bekerja sama dengan erat.
Laporan dari Reuters yang mengungkap lebih jauh, mengklaim kalau Jepang dan Inggris sudah dekat untuk menyatukan dua program mereka itu untuk membangun satu desain pesawat, dengan perbedaan minor untuk setiap negara.
Meski kerjasama seperti itu dimungkinkan, komplikasi bisa saja terjadi: Jepang ingin sebuah jet tempur yang dioptimasi untuk menyerang jet tempur lain, sedangkan Inggris lebih menginginkan sebuah pesawat dengan kemampuan serangan udara-ke-udara dan udara-ke-darat yang sama baiknya.
Sebuah jet tempur F-2 ikut serta dalam latihan tembakan langsung yang dilakukan oleh Pasukan Bela Diri Darat Jepang (JGSDF) di Area Manuver Fuji Timur, di Gotemba, Shizuoka, Jepang, 28 Mei 2022.
Industri jet tempur Jepang memuncak di Perang Dunia II dengan pesawat tempur terkenalnay saat itu Mitsubishi Zero.
Setelah perang itu, Jepang membeli kebanyakan pesawat tempurnya dari Amerika, walaupun membuat F1 dan F2 yang diproduksi lokal --yang F2 dibantu Lockheed Martin.
Inggris sudah membangun barisan panjang pesawat tempur mulai dari Sopwith Camel di era Perang Dunia I sampai yang sekarang Eurofighter Typhoon. [gun]