WAHANANEWS.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyampaikan keprihatinan mendalam atas eskalasi kekerasan yang terus terjadi antara Kamboja dan Thailand.
Pemerintah AS bahkan menawarkan diri untuk menjadi mediator dalam perundingan kedua negara guna menurunkan ketegangan dan mencegah konflik berkepanjangan. Informasi tersebut dilaporkan Anadolu pada Jumat (26/12/2025).
Baca Juga:
Trump Sindir Maduro: Lebih Pintar Mundur di Tengah Blokade Minyak AS
Sikap tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, dalam percakapan via telepon dengan Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet.
Dalam komunikasi itu, Rubio menegaskan kembali komitmen Presiden AS Donald Trump untuk mendorong terciptanya perdamaian di kawasan Asia Tenggara serta mendukung penerapan penuh Kesepakatan Perdamaian Kuala Lumpur.
Kesepakatan tersebut sebelumnya ditandatangani pada Oktober lalu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar di Kuala Lumpur.
Baca Juga:
AS Targetkan Pasukan Internasional Masuk Gaza Awal Tahun Depan untuk Stabilitas Pascakonflik
Penandatanganan perjanjian itu turut disaksikan oleh Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, sebagai bentuk dukungan internasional terhadap upaya penyelesaian konflik kedua negara.
Namun demikian, implementasi perjanjian damai tersebut sempat ditangguhkan menyusul insiden ledakan ranjau di wilayah perbatasan yang menyebabkan sejumlah tentara Thailand terluka.
Menyikapi perkembangan tersebut, Amerika Serikat kembali menegaskan kesiapan untuk memfasilitasi dialog dan diskusi antara Kamboja dan Thailand demi menjaga perdamaian serta stabilitas regional.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, melalui akun Telegram resminya, mengonfirmasi bahwa pembicaraan dengan Menlu AS membahas situasi terkini terkait gencatan senjata serta pelaksanaan perjanjian perdamaian.
Ia juga menegaskan komitmen kuat Kamboja terhadap kesepakatan Bangkok–Phnom Penh sebagai landasan penyelesaian konflik.
Hun Manet berharap upaya bilateral yang ditempuh kedua negara mampu menyelesaikan sengketa perbatasan secara damai dan berkelanjutan.
Percakapan tersebut berlangsung tidak lama setelah Thailand dan Kamboja menggelar pembicaraan militer pertama mereka di Provinsi Chanthaburi, Thailand, sebagai langkah awal meredakan ketegangan.
Konflik terbaru dilaporkan mulai meningkat sejak 8 Desember, sehari setelah insiden perbatasan yang melukai dua tentara Thailand.
Hingga saat ini, jumlah korban jiwa di kedua negara dilaporkan mencapai 96 orang.
Pemerintah Thailand menyatakan sebanyak 24 warganya meninggal dunia akibat bentrokan tersebut, sementara pihak Kamboja melaporkan 31 warga sipil tewas.
Selain korban jiwa, konflik ini juga memicu krisis kemanusiaan, dengan hampir satu juta warga di kedua sisi perbatasan terpaksa mengungsi demi menghindari dampak kekerasan yang kembali memanas.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]