WahanaNews.co, Jakarta - Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Rusia dan China mulai ribut-ribut soal status India di dalam keanggotaan ini.
India tengah berupaya mendapat kursi keanggotaan tetap di DK PBB. Mereka bahkan menjadi pihak paling keras yang mendukung reformasi organisasi eksklusif itu.
Baca Juga:
Israel Tak Senang DK PBB Mengheningkan Cipta untuk Ebrahim Raisi
Rusia sempat menyatakan dukungan ke India, tetapi China menolak seruan itu.
Meski Rusia dan China sekutu dekat, mengapa terkait dukungan keanggotaan India mereka berbeda pandangan?
Asisten profesor di Universitas Kepolisian, Keamanan dan Peradilan Pidana Sardar Patel di India, Vinay Kaura, mengatakan China tak terpengaruh dukungan konsisten Rusia ke India.
Baca Juga:
AS Cegah Palestina Gabung PBB, China: Akan Terus Diingat Sejarah
China juga, kata dia, menolak restrukturisasi Dewan Keamanan apa pun yang mengarah keanggotaan India ke dalam kelompok tersebut.
"Permusuhan China ke India tercermin dalam perdebatan ini," kata Kaura, dikutip South China Morning Post, Minggu (21/01/24).
Beberapa tahun terakhir, hubungan China dan India memburuk karena ketegangan di perbatasan.
Ketegangan itu kian terlihat saat Presiden Xi Jinping tak hadir di konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 India pada 2023 lalu.
Selain soal permusuhan, Kaura juga memandang China sebagai satu-satunya kekuatan Asia di Dewan Keamanan PBB tak ingin punya saingan di unit itu.
"China tidak ingin negara Asia lainnya mendapat hak istimewa ini," ungkap dia.
Lebih lanjut, Kaura menerangkan penolakan China tampak jelas dalam strategi mereka untuk memperkecil dan membatasi pengaruh India di tingkat regional hingga global.
China memproyeksikan diri sebagai pemimpin negara-negara Selatan. Kaura mengatakan mereka juga tak merasa penolakan terhadap India bertentangan dengan tuntutan reformasi Dewan Keamanan.
Sementara itu, direktur PBB di lembaga think tank International Crisis Group, Richard Gowan, mengatakan China tak akan mengikuti langkah Rusia.
Namun, China juga berusaha agar Jepang selaku sekutu dekat AS -musuh bebuyutan Beijing- tak memperoleh kursi tetap di DK PBB.
"Saya tidak melihat Beijing mengikuti jejak Rusia. Saya pikir China kemungkinan besar akan berupaya menjauhkan Jepang dan India dari perolehan kursi permanen," kata Gowan.
China, kata dia, justru akan senang hati memberi lebih banyak kekuasaan dan kesempatan ke negara berkembang seperti Afrika.
Cara itu seperti sebagai langkah untuk mengembangkan "blok politik yang bersahabat."
Dukungan Rusia terhadap India juga muncul saat seruan untuk mengubah cara kerja Dewan Keamanan PBB meningkat.
Direktur Program Ketertiban dan Institusi Global di Carnegie Endowment for International Peace, Stewart Patrick, mengatakan seruan reformasi bisa dimengerti.
Kekecewaan yang semakin besar dalam keanggotaan adalah bagaimana masing-masing mempertahankan hak veto. Ini memungkinkan anggota secara sepihak memblokir resolusi Dewan Keamanan yang tak sejalan dengan kepentingan nasional mereka.
"Akibatnya adalah seringnya terjadi kelumpuhan dewan, yang diperburuk semakin dalam persaingan geopolitik antara negara-negara demokrasi Barat dengan China dan Rusia yang otoriter," ujar Patrick.
Bagi sebagian besar pemerintah dan warga negara di dunia, DK PBB saat ini tak bertanggung jawab dan tak adil.
Unit itu, kata Patrick, didominasi kekuatan yang tidak bertanggung jawab dan tidak representatif "yang cenderung menyalahgunakan posisi mereka daripada menjaga perdamaian."
Pembicaraan reformasi Dewan Keamanan termasuk menambah anggota hanya dianggap angan-angan.
Langkah itu sulit diterapkan terutama karena harus merombak Piagam PBB.
Anggota tetap DK PBB kadang mengangkat isu tersebut untuk mendapat niat baik dari negara besar seperti India, demikian menurut Gowan.
"Tak ada yang berpikir bahwa reformasi [di DK PBB] akan segera terjadi," ujar Gowan.
[Redaktur: Sandy]