WahanaNews.co, Tel Aviv - Perang di Gaza yang melibatkan Israel masih berlanjut, dengan sejumlah perkembangan terbaru.
Berdasarkan pembaruan terakhir dari Al-Jazeera pada Senin (22/1/2024), jumlah korban mencapai 25.100, termasuk 178 orang yang tewas dan 293 lainnya terluka dalam kurun waktu 24 jam.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Situasinya semakin genting, terutama di Raffah, di mana warga pengungsian dilaporkan mengalami kekurangan makanan dan air.
Hamas secara resmi mengeluarkan pernyataan mendesak penghentian perang, menyerukan agar Israel segera menghentikan "agresinya" di wilayah Gaza, Palestina.
Dalam sebuah dokumen setebal 16 halaman yang diterbitkan oleh Hamas dalam bahasa Inggris dan Arab pada hari Minggu, kelompok tersebut menegaskan bahwa hanya rakyat Palestina yang memiliki hak menentukan masa depan wilayah kantong tersebut. Dokumen ini merupakan publikasi resmi pertama yang dikeluarkan oleh otoritas di Gaza.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
"Hamas mendesak segera penghentian agresi Israel di Gaza, kejahatan dan pembersihan etnis yang dilakukan terhadap seluruh penduduk Gaza," ujarnya dikutip AFP, Senin (22/1/2024).
"Kami menekankan bahwa rakyat Palestina mempunyai kapasitas untuk memutuskan masa depan mereka dan mengatur urusan dalam negeri mereka," tambahnya.
"Tidak ada pihak di dunia ini yang berhak mengambil keputusan atas nama mereka," tegas Hamas lagi.
Di sisi lain, Hamas membenarkan serangannya pada 7 Oktober di Israel selatan. Namun disebut pula bahwa ada sejumlah kesalahan yang terjadi.
"Karena runtuhnya sistem keamanan dan militer Israel dengan cepat, dan kekacauan yang terjadi di sepanjang wilayah perbatasan dengan Gaza," ujar Hamas.
Tetapi, Hamas menegaskan serangan itu adalah langkah yang diperlukan. Ini menjadi respons normal untuk menghadapi semua konspirasi Israel terhadap rakyat Palestina.
Sementara itu di sisi lain, Inggris mengaku kecewa dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps mengatakan serangakaian pernyataan Netanyahu yang menolak negara Palestina sangat "mengecewakan".
"Saya pikir mengecewakan mendengar Benjamin Netanyahu mengatakan dia tidak percaya pada solusi dua negara. Sejujurnya, dia mengatakan itu sepanjang karir politiknya, sejauh yang saya tahu," tegasnya dalam wawancara dengan Sky News, Minggu.
"Saya percaya solusi yang dapat ditemukan hanyalah melalui pendekatan dua negara," katanya.
"Inggris secara tegas akan tetap memegang komitmen terhadap solusi dua negara dan tidak mempertimbangkan opsi lain," dijelaskannya.
Pernyataan ini muncul setelah juru bicara Netanyahu mengungkapkan isi pembicaraan telepon terbaru antara Perdana Menteri Israel dan Presiden AS Joe Biden selama akhir pekan.
Dalam pembicaraan itu, Netanyahu dikabarkan menegaskan bahwa keamanan Israel tidak dapat mengizinkan pembentukan negara Palestina yang berdaulat.
"Dalam percakapan dengan Presiden Biden, Perdana Menteri Netanyahu kembali menegaskan kebijakannya bahwa setelah Hamas dihancurkan, Israel perlu menjaga kendali keamanan atas Gaza, hal ini untuk memastikan bahwa Gaza tidak akan menjadi ancaman bagi Israel. Persyaratan ini bertentangan dengan tuntutan kedaulatan Palestina," demikian disampaikan kantor Netanyahu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]