WahanaNews.co | Krisis politik melanda Peru dan terus memanas. Bahkan, korban jiwa akibat bentrokan antara pengunjuk rasa yang anti-pemerintah dengan aparat keamanan saat ini bertambah 17 orang, dan jumlah totalnya saat ini sudah 40 orang.
Aksi unjuk rasa terjadi sejak mantan Presiden Peru, Pedro Castillo ditangkap sebulan lalu. Sejak itu, pendukung Castillo turun ke jalan dan berunjuk rasa menentang penangkapan tersebut.
Baca Juga:
Indonesia-Viet Nam Sepakat Perkuat Kemitraan Strategis
Pada Senin (9/1/2023) waktu setempat, pertumpahan darah kembali terjadi di dekat bandara di Kota Juliaca di selatan Puno. Para demonstran antipemerintah terlibat bentrok dengan polisi.
Gambar dan video yang beredar di media sosial menunjukkan luka tembak dan kepulan asap saat pengunjuk rasa melemparkan batu. Mereka menggunakan ketapel dan pelat logam sebagai tameng.
Rekaman lain menunjukkan seorang pria diberi pertolongan pertama dan ada juga pengunjuk rasa yang terluka tiba di rumah sakit. Seorang anak laki-laki meninggal dalam ambulans karena tidak bisa mencapai rumah sakit setelah jalan diblokir pengunjuk rasa.
Baca Juga:
Prabowo dan PM Trudeau Sepakati Kerja Sama Strategis Indonesia-Kanada
Para pengunjuk rasa menyerukan Presiden Dina Boluarte mengundurkan diri dari jabatannya. Mereka juga mendesak Kongres dibubarkan dan mantan presiden Castillo dibebaskan dari penjara. Presiden Boluarte adalah mantan wakil presiden Castillo yang menggantikan posisinya.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin (9/1/2023) malam, Perdana Menteri Peru, Alberto Otarola, menyebut mendukung segala tindakan aparat keamanan.
“Kami tidak akan berhenti membela supremasi hukum," ungkapnya.