WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pengembangan energi nuklir mulai mencuri perhatian dalam agenda kawasan Asia Tenggara.
Isu ini menjadi salah satu topik bahasan di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Minta Pemerintah Awasi Ketat Pemanfaatan Tenaga Nuklir dengan Banyaknya Minat Investor
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN, Kao Kim Hourn, pada Kamis (30/10/2025) di Jakarta.
“Memang ada diskusi mengenai energi nuklir, tetapi tidak terlalu banyak pada rangkaian pertemuan puncak ini,” ujarnya.
Namun, lanjut Kao, sejumlah negara anggota ASEAN menunjukkan ketertarikan untuk mengupayakan diversifikasi atau bauran energi demi mendukung ketahanan energi jangka panjang.
Baca Juga:
PLN Mulai Jajaki Energi Nuklir, Kaji Kelayakannya Bersama KHNP Korsel di Forum COP28 Dubai
Menurut Kao, topik mengenai penggunaan energi nuklir menjadi bagian dari percakapan intensif dalam berbagai forum dan pertemuan antarnegara ASEAN.
“Ini merupakan bagian dari transisi energi bersih dan beberapa negara anggota ASEAN telah mempertimbangkan kemungkinan ini,” ucapnya.
Meski demikian, Kao menegaskan bahwa rencana pemanfaatan energi nuklir harus dikaji secara menyeluruh, terutama dari aspek keselamatan dan keberlanjutan.
“Kami juga sedang meninjau studi yang dilakukan oleh Pusat Energi ASEAN (ACE),” ujarnya.
Diketahui, isu energi nuklir di kawasan Asia Tenggara mencuat setelah perusahaan energi atom Rusia, Rosatom, menawarkan kerja sama pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk negara-negara ASEAN.
Penawaran tersebut disampaikan oleh Direktur Proyek Rosatom Rusia, Alexander Tsibulya, dalam Pertemuan Menteri Energi ASEAN ke-43 (AMEM-43) yang juga digelar di Kuala Lumpur.
“Untuk skala kecil tersedia dua pilihan, bisa terapung atau berbasis darat yang disebut reaktor modular kecil (SMR),” katanya.
Alexander menjelaskan bahwa konsep ini fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi geografis masing-masing negara.
Ia menilai teknologi tersebut sangat potensial diterapkan di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia yang memiliki banyak wilayah kepulauan.
“Bukan hanya di Malaysia, tetapi juga Indonesia sebagai negara kepulauan yang berpeluang besar untuk memiliki tenaga nuklir terapung,” ujarnya.
Alexander menambahkan, peluang tersebut terutama terbuka di kawasan timur Indonesia yang selama ini masih banyak mengandalkan pasokan listrik dari pembangkit diesel.
Selain reaktor skala kecil, Rosatom juga menawarkan opsi pembangkit listrik tenaga nuklir berkapasitas besar.
“Misalnya, Semenanjung Malaysia dapat memiliki daya hingga mencapai ribuan megawatt,” tuturnya.
Lebih lanjut, Alexander memastikan bahwa seluruh teknologi tenaga nuklir yang dikembangkan Rosatom sudah mengadopsi standar keselamatan tertinggi yang disebut “Generasi 3+”.
“Ini merupakan standar keselamatan yang telah ditingkatkan menyusul insiden reaktor nuklir Fukushima (Jepang),” ucapnya.
Dengan semakin terbukanya wacana kerja sama energi nuklir, ASEAN kini dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan kebutuhan energi bersih, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]