WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langit Amerika Serikat kini kian mencekam. Kekurangan pengendali lalu lintas udara atau air traffic controller yang semakin parah akibat penutupan sebagian pemerintahan (government shutdown) membuat sejumlah bandara utama di negara itu lumpuh dan nyaris kehilangan kendali.
Pada Selasa (7/10/2025) waktu setempat, Badan Penerbangan Federal (FAA) memperingatkan bahwa menara pengendali di Bandara Internasional O’Hare, Chicago, tidak akan memiliki jumlah petugas yang cukup selama sembilan jam penuh, menjadikannya salah satu kondisi paling genting yang pernah terjadi di bandara tersibuk di Amerika Serikat tersebut.
Baca Juga:
Prabowo Resmi Lantik dr. Benjamin Paulus Sebagai Wamenkes, Ini Profil Lengkapnya
“Tidak ada cukup pengendali lalu lintas udara di menara O’Hare malam ini,” tulis FAA dalam laporan operasionalnya yang dikutip CNN International.
Di Nashville, fasilitas pemandu pesawat yang bertugas mengarahkan lalu lintas udara masuk dan keluar bandara bahkan terpaksa ditutup selama lima jam pada Selasa malam setelah banyak petugas absen.
Akibatnya, penerbangan menuju bandara tersebut harus diarahkan melalui pusat kendali wilayah Memphis.
Baca Juga:
Relawan Global Sumud Flotilla Dipaksa Minum Air Toilet dan Tak Makan 3 Hari
Kondisi serupa dilaporkan terjadi di berbagai wilayah lain, termasuk Houston, Newark, Las Vegas, Boston, Atlanta, Philadelphia, dan Dallas. Kekurangan staf membuat operasi penerbangan terganggu, bahkan dua bandara utama di Houston, yakni Hobby dan George Bush Intercontinental, mengalami penundaan di darat akibat kekurangan tenaga pengendali.
Menteri Transportasi AS Sean Duffy menyebutkan bahwa makin banyak pengendali lalu lintas udara yang melaporkan diri sakit sejak shutdown dimulai.
“Ini adalah pekerjaan mereka, mata pencaharian mereka. Mereka mulai khawatir kalau gaji tidak dibayar, bagaimana mereka membayar hipotek, cicilan mobil, atau menaruh makanan di meja makan?” ujar Duffy dalam wawancaranya di Fox News.
Para pengendali sebenarnya belum kehilangan gaji, namun pembayaran berikutnya dijadwalkan pada 14 Oktober, dan bila pemerintahan belum dibuka kembali, mereka hanya akan menerima upah untuk hari-hari sebelum penutupan.
Tanggal 28 Oktober menjadi titik krusial di mana mereka bisa benar-benar tidak menerima gaji sama sekali.
Serikat Pengendali Lalu Lintas Udara Nasional (NATCA), yang menaungi hampir 20.000 pengendali dan profesional penerbangan, memperingatkan bahwa sistem kendali udara AS kini sangat rapuh dan mengalami kekurangan staf kronis.
“Kami kekurangan staf secara kritis dengan peralatan yang tidak selalu andal,” kata Presiden NATCA, Nick Daniels, kepada CNN.
“Kami bekerja keras bersama FAA untuk mengatasi masalah-masalah ini dan memastikan keselamatan publik penerbangan, tapi kondisi ini adalah kenyataan yang kami hadapi setiap hari.”
Serikat tersebut menegaskan bahwa mereka tidak mendorong adanya aksi mogok atau cuti sakit massal karena hal itu dilarang secara hukum bagi pegawai federal.
“Kita semua berada di bawah sorotan tinggi dalam iklim politik saat ini,” tulis NATCA dalam situs resminya.
“Kami tidak dapat menekankan cukup pentingnya untuk menghindari tindakan apa pun yang bisa mencoreng profesi atau serikat kita.”
Namun, para analis menilai ketidakpastian soal gaji dapat memicu meningkatnya jumlah pegawai yang mengambil cuti sakit tanpa alasan medis yang kuat.
“Ketika orang cemas, mereka bisa menyalahgunakan izin sakit,” ujar Mary Schiavo, mantan inspektur jenderal Departemen Transportasi AS.
Ia menambahkan bahwa dalam aturan federal, pegawai yang sakit lebih dari tiga hari wajib menunjukkan surat dokter, dan jika ada kecurigaan, dapat diminta pemeriksaan tambahan.
Krisis ini mencapai puncaknya pada Senin malam di Bandara Hollywood Burbank, California, ketika seluruh menara pengendali harus ditutup karena tidak ada satu pun petugas yang hadir.
Dalam kondisi tersebut, tanggung jawab pengaturan lalu lintas udara beralih ke tangan para pilot sendiri dengan menggunakan sistem komunikasi darurat berupa “saluran obrolan bersama” di udara, sistem yang lazim dipakai di bandara kecil tanpa menara.
“Pilot harus berperan seperti penerbang umum. Mereka bisa melakukannya, tapi risikonya lebih tinggi,” kata Schiavo. “Tanpa pengendali, sistem ini seperti mengganti penjaga penyeberangan dengan rambu berhenti; bisa berjalan, tapi jauh lebih berisiko.”
Selama hampir enam jam menara Burbank ditutup, tercatat 37 penerbangan lepas landas dan 33 mendarat, dengan rata-rata penundaan lebih dari dua setengah jam menurut situs pelacakan penerbangan FlightAware.
Selain Burbank, 11 fasilitas FAA lain juga dilaporkan kekurangan staf pada malam yang sama. Menara kendali di Phoenix dan Denver mengalami “pemicu kekurangan staf”, sementara pusat pengendalian di Newark, Jacksonville, Chicago, Washington DC, dan Indianapolis turut terdampak.
“Ini bukan sekadar soal keterlambatan penerbangan,” ujar Schiavo.
“Ini tentang seberapa lama sistem penerbangan Amerika bisa bertahan tanpa tulang punggung utamanya: para pengendali lalu lintas udara.”
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]