WahanaNews.co | Negara-negara di Amerika Latin mendapat kecaman sangat keras dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) terkait perlindungan hak asasi manusia. Indonesia pun tak luput dari kritik AS.
Seperti dilaporkan Los Angeles Times, Rabu (13/4/2022), laporan yang dirilis Deplu AS adalah evaluasi yang pertama saat pemerintahan Biden mengevaluasi perilaku negara selama setahun penuh sejak menjabat. Laporan tahunan HAM ini memeriksa tindakan dari tahun sebelumnya atau tahun 2021.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Terkait Indonesia, Deplu AS menyoroti kasus pelanggaran hukum atau sewenang-wenang pembunuhan oleh pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan oleh polisi; kekerasan di penjara; penangkapan atau penahanan sewenang-wenang; tahanan politik; independensi peradilan; gangguan privasi; konflik di Provinsi Papua dan Papua Barat, penyiksaan dan kekerasan fisik; dan pembatasan kebebasan berekspresi dan media.
Bahkan Deplu AS juga menyoroti soal pengembangan aplikasi Peduli Lindungi, yakni aplikasi smartphone yang digunakan untuk melacak kasus Covid-19. Peraturan pemerintah berupaya menghentikan penyebaran virus dengan mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi.
Deplu AS mengkritisi aplikasi Peduli Lindungi yang menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinannya tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah.
Baca Juga:
Gagal Menyentuh Pemilih, Harris Kalah Telak Meski Kampanye Penuh Serangan ke Trump
Laporan HAM global AS memusatkan perhatian pada banyak pelanggaran hak asasi manusia yang dikecam secara luas, termasuk pembunuhan jurnalis, diskriminasi terhadap orang-orang LGBTQ, pembunuhan yang ditargetkan terhadap wanita, dan kekerasan meluas yang dipicu oleh pengedar narkoba, tetapi sebagian besar diabaikan oleh pemerintah Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador.
“Impunitas dan tingkat penuntutan yang sangat rendah tetap menjadi masalah untuk semua kejahatan, termasuk pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi,” kata laporan itu, mencatat bahwa pelaku jarang diadili dalam beberapa pembunuhan, penyiksaan, dan kekejaman paling terkenal lainnya.
“Ada laporan beberapa agen pemerintah terlibat dengan geng kriminal terorganisir internasional, dan tingkat penuntutan dan hukuman rendah untuk pelanggaran ini,” bunyi laporan itu.