WahanaNews.co | Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Anil Kumar Nayar, mengungkapkan posisi negaranya sudah jelas terkait penolakan masuk Ustaz Abdul Somad (UAS) beberapa waktu lalu.
Pernyataan itu diutarakan Anil setelah muncul desakan para pendukung UAS agar Singapura meminta maaf kepada sang penceramah kondang.
Baca Juga:
2 Orang Penyebar Berita Hoax Penangkapan UAS soal Rempang Ditangkap Polisi
"Saya kira posisi kami sudah jelas dalam pernyataan MHA [Kementerian Dalam Negeri Singapura pada] 17 Mei, dan penjabaran Menteri hari ini seperti diberitakan media, "tulis Anil melalui pesan singkat, Senin (23/5).
Dalam jumpa pers di Singapura, Menteri Dalam Negeri dan Hukum K Shanmugam, membeberkan lagi alasan kuat negaranya menolak masuk UAS.
Menurutnya, UAS telah lama masuk dalam daftar radar pihak keamanan Singapura. Sebab, sejumlah warga Negara Kota itu telah diamankan gegara kasus radikalisasi setelah menonton video dakwah UAS.
Baca Juga:
Ribuan Jamaah Antusias Hadiri Ceramah Ramadhan UAS di GOR Baturaja-Sumsel
Salah satu orang yang teradikalisasi, kata Shanmugam, ialah remaja 17 tahun yang ditahan di bawah UU Keamanan Internal pada Januari 2020.
Shanmugam menuturkan remaja itu rajin menonton dakwah UAS di YouTube, terutama terkait bom bunuh diri. Akibat paparan ajaran itu, katanya, remaja tersebut meyakini pelaku bom bunuh diri merupakan jihad.
"Dakwah Somad punya konsekuensi di dunia nyata," kata Shanmugam kepada wartawan di markas MHA.
Shanmugam juga menyoroti sikap para pendukung UAS yang radikal dan segera menyerang Singapura dengan berbagai ancaman di media sosial.
Menurut Shanmugam, UAS benar-benar menggunakan media sosial secara maksimal untuk menyebarkan pandangannya.
Para pendukung UAS, kata dia, langsung membanjiri halaman media sosial lembaga pemerintah termasuk pejabat politik dan dirinya dengan berbagai ancaman.
Shanmugam menuturkan pendukung UAS telah menyerukan ancaman seperti serangan siber situs pemerintah, media sosial, boikot Singapura, dan agar orang Indonesia berhenti mengunjungi Singapura.
Salah satu ancaman yaitu seruan untuk mengebom dan menghancurkan Singapura.
"Singapura negara kecil, tapi arogan. Dengan satu misil ditembakkan dan kalian tamat," bunyi salah satu komentar pendukung UAS di Facebook yang disorot Shanmugam
Sejumlah pendukung UAS bahkan mengancam akan mengirim tentara Islam dan menyerang Singapura seperti tragedi 11 September 2001 atau 9/11 di New York.
"Semua karena kami menggunakan hak kami menolak seseorang masuk ke Singapura," kata Shanmugam seperti dikutip The Straits Times.
Shanmugam mengatakan Singapura tak menoleransi dan tak akan berpihak terhadap segala bentuk ujaran kebencian dan ideologi yang memecah belah.
Ia menegaskan perlakuan ini berlaku kepada setiap orang yang ingin masuk dan berada di Singapura.
"Itu tak ditujukan pada individu tertentu atau agama tertentu, atau kebangsaan tertentu. Posisi kami berlaku sama untuk semua orang," Ungkap Shanmugam.
Shanmugam juga mendesak warga Singapura untuk berhati-hati dan cerdas dalam hal pengkhotbah agama asing dan ajaran yang berpotensi memecah belah.
"Terapkan penilaian Anda sendiri - Anda tahu apa yang membuat Singapura berhasil, Anda tahu apa yang baik untuk diri sendiri dan juga masyarakat," ujar Shanmugam.
"Semua orang bebas menjalankan agama mereka di sini. Setiap orang bebas untuk percaya pada Tuhan atau tidak percaya pada Tuhan, atau percaya pada tuhan mana pun yang mereka ingin percayai. Tapi kita tidak perlu melewati batas dan menyerang orang lain," paparnya menambahkan.
Ketika ditanya apakah ada indikasi bahwa UAS berencana berdakwah di Singapura, Shanmugam mengatakan: "Posisi kami sangat simpel. Orang seperti ini, kami tidak akan membiarkan mereka datang."
"Bahkan jika dia [UAS] dalam kunjungan pribadi, itu tidak menghalangi dia untuk mengatakan beberapa hal saat berada di sini, kan. Ini adalah hak kami untuk memutuskan apa yang dibutuhkan bagi keamanan negara kami," kata Shanmugam.
"Kami, Pemerintah, MHA, ISD (Departemen Keamanan Dalam Negeri), turun tangan ketika kami merasakan, menangkap, bahwa ada radikalisasi," katanya seperti dilansir The Straits Times.
Adapun pada 17 Mei lalu, Kemendagri Singapura juga telah mengeluarkan pernyataan resmi soal keputusan menolak masuk UAS.
Dalam pernyataan itu, MHA mengatakan UAS dikenal menyebarkan ajaran ekstrimis dan segregasi yang tak bisa diterima di masyarakat multi-ras dan multi agama di Singapura.
"UAS pernah mengatakan bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi syahid," jelas pernyataan tersebut.
Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen. UAS mengatakan salib sebagai tempat tinggal jin kafir.
Selain itu, secara terbuka UAS juga menyebut non-Muslim sebagai kafir.
Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan atau mendukung ajaran ekstrimis dan segregasi. [qnt]