WahanaNews.co, Jakarta - Rakyat Turki memberikan pukulan berat bagi Presiden Recep Tayyip Erdogan dan partainya, AKP, dalam pemilihan daerah di Istanbul, kota terbesar di negara tersebut.
Kandidat petahana dari oposisi, Ekrem Imamoglu dari Partai Rakyat Republik (CHP), kembali memenangkan jabatan Wali Kota Istanbul.
Baca Juga:
Ironi Raksasa Energi, Krisis Gas Iran yang Mengguncang Negeri
Menurut laporan Reuters pada hari Senin, tanggal 1 April 2024, setelah sebagian besar suara dihitung dalam pemilihan daerah pada 31 Maret, Imamoglu memimpin dengan selisih 10 poin persentase dalam pemilihan Wali Kota Istanbul.
Pemilihan daerah di Istanbul memiliki signifikansi yang besar karena kota ini merupakan pusat ekonomi Turki dan merupakan kota terbesar di Eropa.
Dengan 92,92 persen suara yang sudah dihitung di Istanbul, Imamoglu berhasil memperoleh 50,92 persen dukungan suara, mengungguli kandidat dari Partai AKP, Murat Kurum, yang hanya memperoleh 40,05 persen dukungan suara. Kurum adalah mantan menteri dalam pemerintahan Erdogan.
Baca Juga:
Turki Denda Google Rp1,3 Triliun Karena Langgar Hukum Persaingan
Jajak pendapat sebelumnya memperkirakan persaingan ketat di Istanbul dan kemungkinan kekalahan CHP di berbagai wilayah Turki.
Namun, hasil resmi yang dilaporkan oleh Anadolu Agency, kantor berita pemerintah, menunjukkan bahwa AKP dan sekutu utamanya kehilangan kursi Wali Kota di 19 kota utama, termasuk Bursa dan Balikesir.
Berdasarkan laporan Anadolu Agency, CHP sebagai oposisi dari AKP, memimpin secara nasional dengan selisih hampir satu persen suara -- hal ini merupakan pertama kalinya dalam 35 tahun terakhir di Turki.
CHP juga berhasil mempertahankan kursi Wali Kota Ankara dan bahkan memperoleh 15 kursi Wali Kota lainnya di Turki.
"Mereka yang tidak memahami pesan negara pada akhirnya akan kalah," ucap Imamolgu (53) saat berbicara kepada ribuan pendukungnya yang merayakan kemenangan pada Minggu (31/3) malam. Beberapa dari mereka bahkan meneriakkan agar Erdogan mengundurkan diri dari jabatannya.
"Malam ini, 16 juta warga Istanbul mengirimkan pesan baik kepada saingan kami dan sang presiden," cetusnya.
Imamoglu, yang dulunya seorang pengusaha, memasuki arena politik Turki pada tahun 2008 dan kini dianggap sebagai pesaing utama Erdogan dalam pemilihan presiden.
Namun, hasil dari pemilihan daerah ini menandai kekalahan terbesar bagi Erdogan dan AKP yang telah berkuasa selama lebih dari dua dekade di Turki, dan dipandang sebagai sinyal perubahan dalam politik negara tersebut.
Erdogan, yang juga pernah menjabat sebagai Wali Kota Istanbul, kota kelahirannya, pada tahun 1990-an, telah aktif berkampanye menjelang pemilihan daerah Turki.
Dalam pernyataannya di markas AKP di Ankara, Erdogan menyebut hasil dari pemilihan daerah ini sebagai "titik balik". Dia mengakui bahwa aliansinya telah "kehilangan posisi" di seluruh negeri dan berjanji untuk merespons pesan yang disampaikan oleh para pemilih.
Erdogan dan partainya mengalami nasib yang lebih buruk dari yang diperkirakan dalam jajak pendapat, yang menurut analis, disebabkan oleh meningkatnya inflasi, ketidakpuasan dari pemilih Islam, dan dominasi Imamoglu di Istanbul yang melebihi basis dukungan dari CHP yang bersifat sekuler.
"Jika memang ada kesalahan yang dilakukan, kami akan memperbaikinya, dan jika ada kekurangan, kami akan mencoba untuk melengkapinya," ungkap Erdogan.
Mert Arslanalp, seorang asisten profesor ilmu politik di Universitas Bogazici Istanbul, menilai kekalahan ini sebagai "kekalahan pemilihan yang paling parah" yang dialami Erdogan sejak berkuasa pada tahun 2002.
"Imamoglu telah menunjukkan bahwa dia dapat memperluas jangkauannya ke seluruh keragaman sosio-politik yang menjadi dasar dari pemilih oposisi di Turki, bahkan tanpa dukungan institusional dari mereka. Hal ini membuatnya menjadi lawan politik yang paling kuat bagi rezim Erdogan," katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]