WahanaNews.co | Tentara pemberontak menahan Presiden Guinea, Alpha Conde, pada Minggu (5/9/2021), setelah berjam-jam terjadi baku tembak di dekat istana presiden di ibu kota dalam kudeta Guinea.
Mereka kemudian mengumumkan di televisi pemerintah bahwa pemerintahan telah dibubarkan dalam sebuah kudeta.
Baca Juga:
Justin Hubner Absen, Shin Tae-yong Sesalkan Kekosongan Timnas Indonesia U-23
Perbatasan negara juga ditutup, dan konstitusinya pun dinyatakan tidak sah.
"Tugas seorang tentara adalah menyelamatkan negara," bunyi pengumuman yang dibacakan di televisi negara oleh Kolonel Angkatan Darat, Mamadi Doumbouya, kepada masyarakat Guinea.
Keberadaan Conde tidak diketahui selama berjam-jam setelah pertempuran sengit Minggu (5/9/2021) di pusat Kota Conakry, sampai sebuah video muncul menunjukkan pemimpin berusia 83 tahun itu lelah dan kusut dalam tahanan militer.
Baca Juga:
Republik Guinea Dukung Mutilasi Kelamin Wanita
Tidak segera diketahui, kapan atau di mana video itu diambil.
Tetapi, terdengar suara seorang tentara bertanya kepada Conde, apakah para pengkudeta melukainya dengan cara apa pun.
Doumbouya, komandan unit pasukan khusus tentara Guinea, kemudian berbicara kepada bangsanya dari markas besar televisi negara, terbungkus bendera Guinea dengan sekitar setengah lusin tentara lain mengapit di sisinya.
"Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang; Kami akan mempercayakannya kepada masyarakat," kata Doumbouya, tanpa menyebut nama Conde atau di mana dia ditahan, melansir USA Today.
Dia kemudian mengonfirmasi melalui televisi France 24 bahwa Conde berada di "tempat aman" dan telah menemui dokter.
Seorang mantan diplomat AS di Conakry mengonfirmasi kepada AP bahwa presiden Guinea ditahan oleh para pengkudeta.
Diplomat, yang melakukan kontak dengan pejabat Guinea, berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas masalah tersebut.
Presiden vs Militer
Conde, yang berkuasa selama lebih dari satu dekade, mengalami penurunan popularitas secara drastis sejak ia mencari masa jabatan ketiga tahun lalu.
Dia ketika itu mengatakan bahwa batasan masa jabatan tidak berlaku untuknya.
Perkembangan dramatis, Minggu (5/9/2021), menggarisbawahi bagaimana perbedaan pendapat meningkat, termasuk di dalam militer.
Namun, tidak segera diketahui berapa banyak dukungan yang sebenarnya dimiliki Doumbouya di dalam militer, dan apakah pasukan yang setia kepada Conde akan mencoba merebut kembali kekuasaan dalam beberapa jam dan hari mendatang.
Dalam pidato Minggu (5/9/2021), Doumbouya meminta tentara lain "menempatkan diri mereka di pihak orang-orang" dan tinggal di barak mereka.
Doumbouya berdalih, tindakan itu dilakukan demi kepentingan terbaik bangsa, dan mengutip kurangnya kemajuan ekonomi oleh para pemimpin sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada 1958.
"Jika Anda melihat keadaan jalan kami, jika Anda melihat keadaan rumah sakit kami, Anda menyadari bahwa setelah 72 tahun, inilah saatnya untuk bangun," katanya.
"Kita harus bangun," tandasnya.
Pengamat menilai, ketegangan antara Presiden Guinea dan kolonel tentara berasal dari proposal baru-baru ini untuk memotong beberapa gaji militer.
Tembakan keras meletus, Minggu (5/9/2021) pagi, di dekat Istana Presiden, dan berlangsung selama berjam-jam.
Kondisi itu memicu ketakutan di negara yang telah mengalami banyak kudeta dan upaya pembunuhan Presiden.
Kementerian Pertahanan Guinea mengeklaim, serangan telah dihalau oleh pasukan keamanan, tetapi ketidakpastian tumbuh ketika tidak ada tanda-tanda Conde berikutnya di televisi atau radio pemerintah.
Kudeta Sejak 1984
Guinea memiliki sejarah panjang ketidakstabilan politik sejak kemerdekaan.
Pada 1984, Lansana Conte mengambil alih negara setelah pemimpin pertama pasca-kemerdekaan meninggal.
Dia tetap berkuasa selama seperempat abad sampai kematiannya pada 2009.
Kudeta kedua segera menyusul, meninggalkan tentara Kapten Moussa "Dadis" Camara bertanggung jawab atas pemerintahan.
Camara kemudian pergi ke pengasingan setelah selamat dari upaya pembunuhan, dan pemerintah transisi kemudian menyelenggarakan pemilihan penting 2010 yang dimenangkan oleh Conde.
Tahun berikutnya, Conde nyaris tewas karena upaya pembunuhan setelah orang-orang bersenjata mengepung rumahnya semalaman dan menggedor kamarnya dengan roket.
Granat berpeluncur roket juga mendarat di dalam kompleks dan salah satu pengawalnya tewas.
Awalnya, banyak yang melihat kepresidenannya sebagai awal baru bagi negara, yang telah terperosok oleh pemerintahan yang korup dan otoriter selama beberapa dekade.
Namun, para penentang mengatakan dia gagal memperbaiki kehidupan orang Guinea, yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan meskipun negara itu kaya akan mineral yang luas, termasuk bauksit dan emas.
Tahun berikutnya, Conde nyaris tewas dari upaya pembunuhan setelah orang-orang bersenjata mengepung rumahnya semalaman dan menggedor kamarnya dengan roket.
Roket-prop granat yang ditembakkan juga mendarat di dalam kompleks dan salah satu pengawalnya tewas.
Demonstrasi jalanan yang penuh kekerasan pecah tahun lalu setelah Conde menyelenggarakan referendum untuk mengubah konstitusi.
Kerusuhan meningkat setelah dia memenangkan pemilihan Oktober, dan oposisi mengatakan puluhan orang tewas selama krisis. [qnt]