WahanaNews.co, Jakarta - Pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh tegaskan kematian ketiga putranya dalam serangan Israel tidak akan mempengaruhi perundingan gencatan senjata di Gaza.
Ia mengatakan serangan tersebut, yang juga menewaskan empat cucunya, merupakan upaya untuk mengubah sikap negosiasi Hamas.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
"Jika mereka mengira hal itu dapat memaksa Hamas mengubah pendiriannya, mereka hanya berkhayal," katanya kepada stasiun televisi Qatar, Al Jazeera.
Israel mengonfirmasi serang Israel itu terjadi saat pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih berlangsung di Kairo, Mesir.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan Hamas "perlu mengambil tindakan" terkait proposal gencatan senjata terbaru yang menurut kelompok tersebut sedang dipelajari.
Baca Juga:
Komandan Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Lebanon Utara
AS juga meningkatkan tekanan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar menyetujui gencatan senjata, meningkatkan jumlah bantuan yang mengalir ke Jalur Gaza yang terkepung, dan membatalkan rencana menyerang kota Rafah di selatan.
Dalam sebuah wawancara pada Selasa (9/3/2024), Biden menyebut penanganan perang yang dilakukan Netanyahu sebagai sebuah "kesalahan."
Sementara itu, Israel tetap melancarkan serangan di Jalur Gaza selatan, meskipun ada seruan gencatan senjata. Tiga anak Ismail Haniyeh tewas dalam serangan Israel yang dilakukan bertepatan dengan perayaan Idulfitri pada Rabu (10/4/2024).
Di sisi lain, pembicaraan mengenai gencatan senjata yang dimediasi AS, Mesir, dan Qatar, telah berlangsung sejak Minggu (7/4/2024).
Juru bicara Hamas di Doha Hossam Badran mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya sedang mempelajari tawaran yang diajukan dan belum memberikan tanggapan.
Kerangka kerja gencatan senjata yang diedarkan diperkirakan bisa menghentikan pertempuran selama enam minggu dan memungkinkan terjadinya pertukaran sekitar 40 sandera dengan ratusan tahanan Palestina.
Kritik internasional semakin banyak ditujukan kepada cara Israel menangani perang dan kurangnya bantuan yang masuk ke wilayah tersebut
Salah satu kritik datang dari Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez yang memperingatkan "respons tidak proporsional" Israel di Gaza berisiko "mengganggu stabilitas Timur Tengah, dan sebagai konsekuensinya juga seluruh dunia."
Spanyol menjadi satu dari beberapa negara Barat, selain Irlandia dan Australia, yang menyatakan bakal mengakui negara Palestina dalam waktu dekat sebagai titik awal perundingan perdamaian yang lebih luas.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]