WAHANANEWS.CO, Jakarta - Konferensi internasional yang membahas pembiayaan pembangunan global resmi dibuka pada Senin (30/6/2025) di Seville, Spanyol, di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Forum tingkat tinggi ini bertujuan mendorong komitmen baru untuk mendanai pembangunan di negara-negara berkembang.
Baca Juga:
Perang Iran–Israel Makin Panas: Trump Bingung Mediasi, Teheran Ultimatum Balasan Tanpa Ampun
Acara ini berlangsung dalam situasi krisis pembiayaan yang memburuk, seiring banyaknya negara maju memangkas kontribusinya, termasuk Amerika Serikat.
Sedikitnya 50 kepala negara dan pemerintahan direncanakan hadir, menurut laporan CNA.
Sejumlah tokoh dunia seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Kenya William Ruto, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, serta Sekjen PBB Antonio Guterres turut dijadwalkan menghadiri pertemuan ini.
Baca Juga:
Israel Ancam Bakar Teheran, Dunia Dibayangi Perang Besar Timur Tengah
Namun, tidak hadirnya Amerika Serikat dalam konferensi akbar ini yang disebut sebagai yang terbesar dalam sepuluh tahun terakhir menjadi perhatian global.
Absensi tersebut dianggap mencerminkan melemahnya solidaritas internasional dalam menangani isu-isu utama seperti perubahan iklim, penyakit menular, dan kemiskinan ekstrem.
Lebih dari 4.000 delegasi dari kalangan swasta, lembaga keuangan, dan organisasi masyarakat sipil hadir dalam Konferensi Internasional Keempat tentang Pembiayaan untuk Pembangunan.
Pencapaian Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB untuk tahun 2030 kini kian sulit direalisasikan.
Negara-negara kaya malah mundur dari tanggung jawab pendanaan, memperparah kesenjangan global.
Pemangkasan dana oleh negara maju telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.
Di masa pemerintahan Donald Trump, anggaran lembaga USAID dipotong secara signifikan, mencerminkan tren penurunan dukungan. Jerman, Inggris, dan Prancis juga mengambil langkah serupa.
Pemotongan tersebut, menurut sejumlah negara, dilakukan karena prioritas pengeluaran beralih ke bidang pertahanan dan keamanan. Oxfam menilai ini sebagai gelombang pemotongan bantuan luar negeri terbesar sejak 1960.
Menurut PBB, kesenjangan pendanaan pembangunan kini menyentuh angka US$4 triliun (Rp64,9 triliun) per tahun.
Sementara itu, lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia masih bertahan hidup dengan penghasilan kurang dari US$3 (Rp48.675) per hari.
Salah satu agenda utama konferensi kali ini adalah reformasi terhadap sistem keuangan global.
Langkah ini dinilai penting untuk memberi ruang fiskal bagi negara-negara miskin agar bisa mengurangi beban utang dan fokus membangun sektor kesehatan dan pendidikan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]