WahanaNews.co, Jakarta - Penyakit alergi menimbulkan kerugian antara 1.823€ hingga 6.656€ per pasien per tahun jika kami hanya memperhitungkan kerugian langsung yang berasal dari perawatan kesehatan, demikian menurut penelitian data yang dikumpulkan melalui HEAD registry Eropa yang dipromosikan oleh EAACI, yang mengadakan kongresnya di Feria de Valencia hingga hari Senin (3/6/2024).
"Penyakit alergi dan asma termasuk ke dalam penyakit kronis paling umum di seluruh dunia dan menyebabkan beban kesehatan global yang cukup tinggi. Meski demikian, dampak nyata kedua penyakit tersebut sulit untuk diperkirakan karena kurangnya representasi dan ketidaklengkapan data yang tersedia," jelas Dr. Ioana Agache, selaku Ketua Komite Penelitian dan Penyuluhan (Research and Outreach Committee, ROC) EAACI.
Baca Juga:
Kongres Internasional EAACI: Merevolusi Perawatan Pasien dengan Ilmu Data Terkini
HEAD registry diluncurkan untuk menjelaskan pola perawatan untuk penyakit alergi dan asma serta untuk menilai dampaknya pada kerugian, baik dari segi finansial dan personal.
Akibat kedua penyakit ini, rata-rata pasien dewasa kehilangan hari kerja antara 2,68 hingga 5,33 hari, anak-anak menjadi tidak masuk sekolah antara 14,88 hingga 24,09 hari, dan keluarga mereka kehilangan hari antara 3,99 hingga 23,35 hari.
"Beban penyakit alergi yang signifikan, demikian menurut penelitian ini, menuntut adanya tindakan langsung untuk membenahi manajemennya," ujar Dr. Agache.
Baca Juga:
Gejalanya Seperti Alergi, Masyarakat Diminta Waspadai Munculnya Virus Covid Jenis Baru
"Pengobatan yang disarankan berdasarkan panduan EAACI dapat meningkatkan kualitas hasilnya, tetapi kebijakan udara bersih di tingkat global juga diperlukan untuk mencapai dampak signifikan," ungkapnya.
Kongres ini juga mendiskusikan cara memfasilitasi penerjemahan hasil uji coba dan penelitian menjadi praktik klinis yang rutin.
"Terdapat beberapa pendekatan eksperimental dengan potensi lebih besar untuk diterjemahkan menjadi praktik klinis, seperti sitometri aliran untuk tes aktivasi basofil atau ELISA untuk mengukur level periostin," jelas María Escribese Alonso, Wakil Dekan Penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas CEU San Pablo dan direktur Institut Kedokteran Molekuler Terapan-Nemesio Diez.