WahanaNews.co | Begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait pemicu tabrakan tiga kereta api di India pada Jumat (2/6/2023), yang menelan 280 lebih nyawa dan 850 orang lebih luka-luka.
Menurut sejumlah laporan media, dua unit kereta ekspres yang mengangkut penumpang dan sebuah kereta barang terlibat dalam "kecelakaan tripartit" di area stasiun kecil di negara bagian Odisha, India timur.
Baca Juga:
Sosok Sheikh Hasina, PM Bangladesh Kabur ke India yang Mundur-Kabur karena Demo
Satu kereta penumpang menteruduk kereta barang yang sedang parkir, dan gerbongnya berbalik ke rel ketiga, menyebabkan kereta penumpang lainnya melenceng keluar rel.
Laporan awal mengindikasikan kecelakaan tersebut adalah akibat kegagalan sinyal.
Penyelidikan komprehensif diperkirakan bisa membantu mengungkap kebenaran di balik insiden tersebut. Namun, kecelakaan itu telah kembali menimbulkan kekhawatiran soal keamanan kereta api di India.
Baca Juga:
PM Bangladesh Undur Diri, Hasina Mengungsi ke India
Sistem perkeretaapian India, terkenal sebagai salah satu yang terbesar di dunia, mengangkut lebih dari 25 juta penumpang setiap tahun melintasi jaringan rel dengan panjang lebih dari 100.000 km di seluruh negeri.
Menurut Menteri Perkeretaapian India, Ashwini Vaishnaw, sekitar 5.200 km rel baru telah dipasang tahun lalu. Juga, kata dia, 8.000 km rel dipebarui setiap tahun.
Vaishnaw baru-baru ini mengungkapkan dalam sebuah wawancara bahwa sebagian besar trek sedang mengalami pemutakhiran untuk mengakomodasi kereta berkecepatan hingga 100 km/jam, sebagian besar sedang disesuaikan untuk kecepatan hingga 130 km/jam, dan satu segmen yang cukup panjang sedang disesuaikan untuk kereta berkecepatan tinggi hingga 160 km/jam.
Melansir Kompas.com, ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mengoperasikan kereta cepat di seluruh negeri -jalur berkecepatan tinggi sedang dibangun antara ibu kota finansial Mumbai dan kota Ahmedabad.
Namun, mantan kepala Dewan Kereta Api, Vivek Sahai, berkata tergelincir keluar jalur atau derailment terus menjadi momok bagi kereta api di India.
"Kereta bisa keluar jalur karena berbagai alasan, relnya bisa kurang terawat, ada kerusakan di gerbong, dan bisa jadi ada kesalahan dalam mengemudikannya," jelasnya.
Laporan keselamatan kereta api pemerintah untuk 2019-2020 menemukan bahwa tergelincir keluar jalur menjadi penyebab 70 persen kecelakaan kereta api, naik dari 68 persen pada tahun sebelumnya.
Kebakaran dan tabrakan menjadi penyebab terbanyak berikutnya, masing-masing menyumbang 14 persen dan 8 persen dari total kecelakaan.
Menurut hitungan laporan tersebut, terjadi 40 insiden keluar jalur, yakni 33 kereta penumpang dan tujuh kereta barangm selama tahun yang diamati.
Dari jumlah tersebut, 17 insiden disebabkan oleh "cacat" pada rel. Ini bisa termasuk retak dan rel terbenam ke dalam tanah (subsiden).
Disebutkan dalam laporan, hanya sembilan insiden keluar jalur yang disebabkan oleh cacat pada kereta api -mesin, gerbong, lokomotif-.
Rel kereta api, terbuat dari logam, mengalami ekspansi selama bulan-bulan musim panas dan kontraksi pada musim dingin karena fluktuasi suhu.
Semuanya membutuhkan perawatan rutin, seperti mengencangkan komponen rel yang longgar, mengganti bantalan serta melumasi dan menyesuaikan sakelar, dan lain-lain. Pemeriksaan lintasan tersebut dilakukan dengan berjalan kaki, troli, lokomotif, dan kendaraan belakang.
Perusahaan kereta api India merekomendasikan agar mesin kereta ukur atau track recording car dengan cermat mengevaluasi integritas struktural dan geometris rel yang dirancang untuk menunjang kecepatan mulai dari 110 km/jam hingga 130 km/jam setidaknya sekali setiap tiga bulan.
Sebuah laporan tentang penggelinciran oleh auditor pemerintah federal antara April 2017 dan Maret 2021 mencantumkan beberapa temuan yang mengkhawatirkan:
Terdapat kekurangan berkisar dari 30 persen hingga 100 persen dalam inspeksi oleh kereta ukur yang ditugaskan untuk menilai kondisi struktural dan geometri rel, kata laporan tersebut.
Studi terhadap 1.129 laporan investigasi kecelakaan keluar jalur menemukan bahwa ada dua lusin faktor yang bertanggung jawab.
Alasan paling sering untuk kereta keluar jalur terkait dengan perawatan rel (171 kasus), diikuti dengan penyimpangan parameter rel di luar batas yang diizinkan.
Lebih dari 180 kasus kereta keluar jalur diakibatkan kesalahan mekanik. Lebih dari sepertiganya adalah akibat kerusakan pada gerbong dan lokomotif.
Cara mengemudi yang buruk dan mengemudi terlalu cepat adalah faktor lainnya yang banyak menyebabkan kereta keluar jalur.
Hanya penyelidikan yang dapat mengungkap penyebab Coromandel Express tergelincir.
Banyak yang bicara tentang perangkat anti tabrakan yang akan dipasangan di kereta-kereta India. Tetapi, menurut seorang pejabat kereta api India, sistem ini baru dipasang di dua rute utama, yakni Delhi-Kolkata dan Delhi-Mumbai.
Pada 2010 lebih dari 150 orang tewas ketika sebuah kereta penumpang tergelincir dan bertabrakan dengan kereta barang di Benggala Barat.
Penyelidik mengatakan kelompok pemberontak Maois menyabotase rel yang menyebabkan kereta penumpang Kolkata-Mumbai tergelincir, melemparkan lima gerbongnya ke jalur kereta barang.
Menurut perusahaan kereta api India, ada 34 kecelakaan kereta api konsekuensial selama 2021-2022, naik dari 27 kecelakaan pada tahun sebelumnya.
Kecelakaan kereta api konsekuensial antara lain berupa tabrakan, tergelincir, kebakaran atau ledakan di kereta api, dan tabrakan kendaraan di jalan dengan kereta api di perlintasan.
Surat kabar The Hindu melaporkan pada 31 Mei bahwa jumlah kecelakaan tersebut telah meningkat menjadi 48 selama 2022-2023.
Laporan tersebut mengatakan, otoritas kereta api khawatir tentang meningkatnya kecelakaan, dan meminta manajer senior mereka untuk secara kritis menganalisis jam kerja pegawai yang panjang, terutama di wilayah operasi Pantai Timur dan Tenggara Pusat, dan segera mengambil tindakan korektif. [eta]