WahanaNews.co, Jakarta - Empat orang meninggal dunia dan ratusan orang terluka dalam kerusuhan yang terjadi di Kaledonia Baru pada Senin (13/5/2024).
Prancis sampai mengumumkan keadaan darurat di wilayahnya yang terletak di Kepulauan Pasifik itu. Prancis juga mengerahkan pasukan tambahan polisi dan militer ke Kaledonia Baru demi meredam kerusuhan yang sudah berlangsung sejak beberapa hari terakhir itu.
Baca Juga:
Cerita CEO Telegram Pavel Durov Diduga Miliki Empat Paspor
Tiga warga lokal Kanak dan seorang petugas polisi tewas dalam kerusuhan pada Senin malam, yang terus berlanjut hingga beberapa hari terakhir meski sudah diterapkan jam malam atau curfew.
Sejauh ini, ratusan orang juga terluka imbas kerusuhan yang terjadi sejak awal pekan ini.
Media Selandia Baru, RNZ, melaporkan kerusuhan terjadi saat pasukan keamanan bentrok dengan pengunjuk rasa pro-kemerdekaan dari kelompok masyarakat Kanak di ibu kota Kaledonia Baru, Nouméa.
Baca Juga:
Turut Meriahkan Pra Olimpiade Paris 2024, PLN Hadirkan Reog Ponorogo di Acara Exhibition Pencak Silat
Bentrokan pecah ketika aparat berusaha mengamankan aksi pembakaran dan penjarahan massal.
Prancis akhirnya menetapkan status keadaan darurat di Kaledonia Baru buntut kerusuhan itu. Status tersebut berlaku selama setidaknya 12 hari.
Dengan status ini, pihak berwenang Prancis punya kewenangan lebih besar untuk mengatasi kerusuhan, termasuk menangkap orang-orang yang dianggap sebagai ancaman, menggeledah, menyita senjata, dan menjatuhkan hukuman penjara.
Apa yang menyebabkan kerusuhan?
Kerusuhan di Kaledonia dipicu oleh rencana Paris mengubah konstitusi mengenai pemilu, terutama soal pemilu lokal, setelah Majelis Nasional Prancis baru-baru ini menyetujui usulan amandemen tersebut.
Usulan ini sangat ditentang oleh partai-partai pro-kemerdekaan di Kaledonia Baru karena dinilai mengurangi keterwakilan politik mereka di lembaga-lembaga lokal.
Usulan amandemen konstitusi ini sendiri diajukan oleh Menteri Dalam Negeri dan Luar Negeri Prancis, Gérald Darmanin. Teks ini dirancang untuk memungkinkan penduduk Prancis yang menetap di Kaledonia Baru selama 10 tahun punya hak pilih dalam pemilihan provinsi.
Beberapa pemimpin lokal pun khawatir perubahan ini akan melemahkan perolehan suara suku Kanak.
Meski usulan ini telah disetujui, teks ini mesti dibawa ke Kongres Prancis untuk dilakukan pemungutan suara. Amandemen baru bisa disahkan ketika mendapatkan suara mayoritas sebesar tiga perlu atau 60 persen.
Respons Prancis soal tuntutan warga Kaledonia
Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengirimkan undangan kepada para politisi Kaledonia Baru untuk bertemu di Paris.
"Ini adalah tentang menemukan secara kolektif dan bertanggung jawab, sebuah kesepakatan yang tidak hanya sekedar masalah daftar pemilih, namun tetap mempertimbangkan perkembangan dan aspirasi semua orang," kata Macron dalam surat undangan tersebut, seperti dikutip RNZ.
Macron juga mengatakan dirinya tak akan mengadakan Kongres Prancis saat ini. Namun, kongres tetap akan dilakukan di waktu mendatang, kemungkinan pada akhir Juni.
Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal saat bicara di hadapan Majelis Nasional pada Selasa menggarisbawahi peluang untuk melanjutkan perundingan dan meminta pihak-pihak di Kaledonia Baru "memanfaatkan kesempatan yang diberikan."
"Kita memerlukan solusi politik inklusif yang dapat memuaskan seluruh pemangku kepentingan dan itulah sebabnya kami menawarkan para pemimpin Kaledonia Baru untuk berdiskusi dan membangun bersama masa depan Kaledonia Baru," kata Attal.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]