WahanaNews.co | Perdagangan Rusia dengan China terganggu akibat perang di Ukraina. Ekspor China ke Rusia mengalami perlambatan akibat fluktuasi nilai mata uang Rusia, rubel.
Hal ini menunjukkan efek sanksi terhadap rusia oleh sejumlah negara terutama Amerika Serikat dan negara-negara Barat.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Perusahaan multinasional China bertahan di Rusia sementara perusahaan-perusahaan dari negara-negara Barat meninggalkan negara itu pasca pemberlakuan sanksi menyusul serangan militer Rusia terhadap Ukraina. Namun perusahaan-perusahaan kecil China lebih rentan mengalami kerugian nilai tukar.
Pada bulan Januari dan Februari, China mengekspor produk ke Rusia senilai $12,6 miliar, sebagian besar produk itu terdiri dari komputer, mobil, sepatu, dan mainan.
Importir Rusia dan eksporter China memutuskan menunda bisnis mereka karena takut terjebak fluktuasi mata uang rubel. Penurunan nilai mata uang rubel menyebabkan kerugian dalam penjualan. demikian dikatakan Shen Muhui, kepala kelompok perdagangan berjumlah lebih dari 20 ribu eksporter kecil China ke Rusia.
Baca Juga:
Selama di Indonesia Paus Fransiskus Tak Akan Naik Mobil Mewah-Anti Peluru
Beberapa mitra bisnis Rusia bersedia membayar dalam mata uang yuan China, tetapi tidak cukup untuk membuat banyak perbedaan, ungkap Shen Muhui sebagaimana dikutip VOA hari Sabtu (02/04/2022).
Menurutnya, tidak bisa mengambil opsi menaikkan harga untuk menutup kerugian, karena Rusia tidak bisa membeli dengan harga lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan ekspor ke Rusia menjadi sulit dilakukan.[afs]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.