WAHANANEWS.CO, Jakarta - Paus Fransiskus kembali menyerukan agar "senjata didiamkan" di seluruh dunia dalam pidato Natal tradisionalnya, "Urbi et Orbi." Seruan tersebut disampaikan di hadapan ribuan umat yang memadati Lapangan Santo Petrus, Roma, pada Rabu (25/12/2024).
Pesan perdamaian ini menyoroti konflik berkepanjangan di Timur Tengah, Ukraina, dan Sudan, serta situasi kemanusiaan yang disebutnya "sangat parah" di Gaza.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Kabulkan Permintaan Mgr. Paskalis Bruno Syukur Tidak Diangkat jadi Kardinal
“Saya memikirkan komunitas Kristen di Israel dan Palestina, terutama di Gaza, di mana situasi kemanusiaan sangat parah,” ujar Paus, dikutip dari AFP.
Ia mendesak agar segera dilakukan gencatan senjata, pembebasan sandera yang ditahan Hamas, serta penyaluran bantuan kemanusiaan kepada masyarakat yang kelaparan dan menderita akibat perang.
Di Ukraina, Paus Fransiskus menekankan pentingnya dialog untuk menciptakan perdamaian yang adil. Pagi Natal itu, Rusia meluncurkan serangan besar-besaran dengan 170 rudal dan drone yang menargetkan infrastruktur energi.
Baca Juga:
AM Putut Prabantoro: Pemda di Asia Pasifik Perlu Promosikan Perdamaian Demi Peradaban Dunia
Serangan ke-13 sepanjang tahun ini menewaskan seorang pekerja energi dan menyebabkan kerusakan yang meluas. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengecam serangan tersebut sebagai tindakan "tidak manusiawi" dan menuding Rusia sengaja memilih hari Natal untuk melancarkan agresinya.
Ukraina, yang tahun ini memindahkan perayaan Natal ke 25 Desember sebagai bentuk penolakan terhadap pengaruh Moskow, menghadapi Natal di bawah bayang-bayang kehancuran akibat perang.
Di Gaza, situasi juga jauh dari perayaan yang meriah. Dengan populasi sekitar 1.100 umat Kristen, kota ini mengalami dampak buruk akibat konflik antara Hamas dan Israel.
Ratusan orang berkumpul di sebuah gereja untuk memanjatkan doa agar perang segera berakhir.
Salah satu warga, George al-Sayegh, menggambarkan Natal tahun ini sebagai momen yang "beraroma kematian dan kehancuran" setelah berminggu-minggu berlindung di Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius.
Hal serupa juga terjadi di Betlehem, tempat kelahiran Yesus di Tepi Barat yang diduduki Israel. Sebagai bentuk solidaritas dengan penderitaan warga Gaza, kota ini memutuskan untuk tidak memasang pohon Natal raksasa atau dekorasi yang megah seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Tahun ini kami membatasi kegembiraan kami," ujar Walikota Betlehem, Anton Salman. Meskipun demikian, parade kecil dari kelompok pramuka di Alun-Alun Manger tetap membawa pesan harapan.
Dengan membawa spanduk bertuliskan "Kami menginginkan kehidupan, bukan kematian," mereka menjadi simbol perdamaian di tengah penderitaan.
Paus Fransiskus juga menyoroti krisis kemanusiaan di Sudan, yang telah dilanda perang saudara selama lebih dari 20 bulan.
Ia mengingatkan dunia tentang ancaman kelaparan yang kini mengancam jutaan jiwa dan mendesak agar konflik diakhiri sesegera mungkin.
Di sisi lain, pesan perdamaian juga datang dari pemimpin dunia lainnya. Presiden AS Joe Biden berbicara tentang pentingnya cinta dan kebebasan, seraya menyampaikan harapan bagi persatuan dan kebaikan dalam perayaan Hanukkah.
Sementara itu, Raja Charles III dari Inggris mengucapkan terima kasih kepada tenaga medis yang telah membantu keluarganya melawan kanker, sembari menyerukan perdamaian di seluruh dunia.
Natal tahun ini juga menjadi momen penuh simbol di Paris, di mana umat Kristiani menghadiri misa Natal pertama di Katedral Notre Dame sejak kebakaran besar pada 2019.
Di tengah berbagai tragedi, momen tersebut membawa harapan baru bagi umat Kristiani di seluruh dunia.
Mengakhiri pidatonya, Paus Fransiskus menegaskan pesan utamanya: “Semoga damai di bumi, dan semoga umat manusia bersatu untuk mengakhiri penderitaan yang disebabkan oleh perang dan konflik.”
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]