Dua dari orang-orang itu mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.
Presiden China, Xi Jinping, telah mencoba untuk mengecilkan ketegangan antara China dan negara-negara Asia Tenggara, mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin China-ASEAN bulan lalu, bahwa China "sama sekali tidak akan mencari hegemoni" di kawasan Asia Tenggara.
Baca Juga:
Laut Natuna Utara Kepri Digempur Kapal Ikan Asing, Bakamla Tangkap Awak Vietnam
Farhan mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah Indonesia mengecilkan ketegangan dari kebuntuan di depan umum.
Para pemimpinnya ingin "sediam mungkin karena, jika bocor ke media mana pun, itu akan menciptakan insiden diplomatik," katanya.
Indonesia mengatakan, ujung selatan Laut China Selatan adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.
Baca Juga:
Dorong Sentralitas ASEAN, Panglima TNI akan Pimpin Latihan Bersama Militer ASEAN di Laut Natuna
Cina keberatan dengan perubahan nama tersebut dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut Cina Selatan yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U, sebuah batas yang tidak memiliki dasar hukum menurut Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.
"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan kepada Reuters.
China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.