WahanaNews.co | Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia tidak ingin perang tapi hanya ingin negosiasi.
Namun belakangan ini Rusia di prediksi bakal invasi Ukraina, bahkan ada yang menyebut Rusia akan menyerang Ukraina pada hari ini, Rabu (16/2).
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyebut Rusia tak ingin perang dan hanya ingin negoisasi.
Meski Rusia dilaporkan telah menarik sebagian pasukannya di dekat Ukraina, namun sejumlah pihak termasuk Amerika Serikat tak percaya Moskow menarik mundur personelnya di perbatasan.
Washington bahkan mewanti-wanti kemungkinan ancaman invasi Rusia ke Ukraina masih ada.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Menurut Presiden Joe Biden, AS masih belum memiliki bukti terverifikasi jika Rusia benar-benar telah menarik mundur pasukan mereka menjauhi Ukraina.
Jadi kenapa Rusia ingin menyerang Ukraina?
Konflik di perbatasan Ukraina belakangan ini tengah memanas usai Rusia mengerahkan ratusan ribu personel militer ke wilayah perbatasan.
Moskow mengerahkan tentaranya lantaran takut Kiev akan bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Bergabungnya Ukraina dengan NATO dinilai Rusia bisa mengancam eksistensi mereka.
Pasalnya Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia.
Sementara Amerika Serikat menuding penempatan pasukan Rusia di perbatasan ini sebagai bentuk rencana invasi.
Namun, Moskow membantah. Seiring eskalasi yang terus meningkat sejumlah negara menggelar negosiasi tapi tak menghasilkan apa pun.
Setelah Uni Soviet Runtuh, NATO memperluas pengaruhnya ke wilayah Eropa timur.
Mereka kemudian berhasil merekrut negara-negara Eropa yang pernah berada di lingkungan komunis.
Seperti misalnya, Lituania, Latvia dan Estonia kemudian ada Polandia dan Rumania.
Keberhasilan itu semakin membuat NATO percaya diri untuk terus memperluas pergerakan mendekati Rusia.
Diketahui blok ini diciptakan untuk melawan Uni Soviet.
Hingga pada 2008, mereka berencana merekrut Ukraina, meskipun beberapa pihak menilai itu prospek yang terlalu jauh.
Putin menyebut ekspansi NATO sebagai ancaman. Selain itu prospek Ukraina yang akan bergabung dengan blok tersebut juga dinilai mengancam eksistensi negaranya.
Putin terus menegaskan Ukraina dan Belarus bagian dari Rusia secara budaya dan sejarah.
Dia bahkan memegang kendali besar atas Belarus dan terus melakukan pembicaraan soal reunifikasi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Namun konflik dengan Ukraina meletus pada awal 2014 yang memicu hubungan Timur-Barat memburuk.
Ketika itu, protes massal terjadi di Ukraina, dan presiden yang bersekutu dengan Putin disingkirkan.
Rusia kemudian dengan cepat menginvasi dan mencaplok Crimea, wilayah perbatasan Ukraina. Moskow juga mendukung kelompok separatis yang ada di Donbas.
Pada 2015, kedua negara sepakat gencatan senjata di Donbas, Ukraina.
Namun, kedua belah pihak saling menuduh melanggar perjanjian dan tak sepenuhnya melaksanakan kesepakatan itu.
Selama memimpin Rusia, Putin disebut sangat menjaga dan ingin menarik Ukraina ke orbit Rusia.
Namun, muncul spekulasi sejauh mana Rusia siap melakukannya meski biaya yang ditanggung tinggi, dan mendapati Ukraina yang lunak tapi tetap terpisah dari Moskow.
Bendera
Rusia menuntut agar Ukraina tak bergabung dengan NATO, meminta blok ini menarik pasukan di negara-negara Eropa Timur, dan meminta gencatan senjata 2015 di Ukraina bisa dilaksanakan.
Barat tak bisa memenuhi tuntutan pertama, mereka menawarkan hal lain bahkan mengancam sanksi.
Khusus soal sanksi, jika Rusia menduduki Ukraina.
Para pengamat di Rusia juga menilai Moskow tak akan melancarkan perang. Mereka hanya ingin menghukum Ukraina dan menuntut agar keinginannya dipenuhi. [bay]