WahanaNews.co | Sejak rezim Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021 lalu, jumlah budidaya opium di Afghanistan meningkat pesat.
Dalam laporan kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) pada Selasa (1/11), disebut bahwa tanaman narkotika itu meningkat 32 persen dari tahun sebelumnya menjadi 233.000 hektar.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
"Penanaman opium di Afghanistan meningkat sebesar 32 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 233.000 hektar, yang menjadikan panen tahun 2022 sebagai area terbesar ketiga di bawah budidaya opium sejak pemantauan dimulai," demikian laporan UNODC seperti dikutip Kamis (3/11).
Menurut laporan UNODC, budidaya narkotika ini terus berpusat di bagian barat daya Afghanistan yang menyumbang 73 persen, diikuti oleh provinsi-provinsi Barat yang menyumbang 14 persen.
Di beberapa daerah, budidaya opium menempati proporsi signifikan dari keseluruhan lahan pertanian. Misalnya di Provinsi Hilmand, seperlima dari tanah subur di sana didedikasikan untuk opium dan di beberapa distrik proporsinya bahkan lebih tinggi hingga mengalahkan gandum.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Afghanistan sebelum ini sempat melarang keras warganya menanam dan berjualan opium. Larangan itu tercantum dalam dekrit pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, yang diumumkan saat jumpa pers Kementerian Dalam Negeri Afghanistan pada 3 April lalu.
Namun, sejak dilarang, harga opium justru melonjak sehingga menguntungkan para petani. Panen di tahun ini pun disebut jadi yang paling menguntungkan sejak 2017.
Pada Maret, opium sempat menyentuh USD 116 dan setelah dilarang naik hampir dua kali lipat menjadi USD 203.