WahanaNews.co | Serangan Rusia kepada Ukraina ternyata mendapat penolakan dari warganya sendiri. Terbukti, ribuan warga Rusia melakukan aksi unjuk rasa menolak serangan negaranya terhadap Ukraina.
Alhasil, polisi Rusia pun menahan lebih dari 1.700 orang dalam protes anti-perang di puluhan kota Rusia tersebut.
Baca Juga:
Rusia 'Eksekusi' Mati Tentaranya yang Menyerah Pakai Meriam
Aksi demo tolak perang yang diikuti ribuan warga Rusia ini terjadi setelah Presiden Vladimir Putin mengirim pasukan untuk menyerang Ukraina. Banyak orang di Rusia skeptis tentang rencana Putin untuk menyerang tetangganya yang pro-Barat.
Moskow sedang tertidur ketika Putin memerintahkan serangan udara dan darat ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022) dini hari waktu setempat.
Beberapa ribu orang berkumpul di dekat Lapangan Pushkin di Moskow tengah, sementara hingga 1.000 orang berkumpul di bekas ibu kota kekaisaran Saint Petersburg, menurut koresponden AFP di tempat kejadian.
Baca Juga:
Pertempuran Sengit, Rusia Lumat 9 Tank Ukraina Termasuk 4 Leopard-2
Demonstrasi juga terjadi di lusinan kota Rusia lainnya. Di Moskow, pengunjuk rasa terlihat berkumpul di sekitar Lapangan Pushkin, meneriakkan "Tidak untuk perang!" Slogan yang sama, "Tidak untuk perang" dicat semprot di gerbang depan Majelis Rendah Parlemen Rusia.
"Saya kaget. Kerabat dan orang yang saya cintai tinggal di Ukraina," kata Anastasia Nestulya (23), di Moskow.
"Apa yang bisa saya katakan kepada mereka melalui telepon? Anda bertahan di sana?". Menurutnya, orang-orang takut untuk protes.
Di Saint Petersburg, banyak yang membuat catatan serupa. "Saya merasa pihak berwenang sudah gila," kata Svetlana Volkova (27). Dia juga mengatakan hanya sedikit orang yang mau memprotes di Rusia. "Orang-orang telah tertipu oleh propaganda."
Saat dia diseret oleh tiga petugas polisi, seorang pemuda berteriak: "Dengan siapa kamu berkelahi? Tangkap Putin." Sudah jatuhnya korban jiwa akibat serangan Rusia ke Ukraina, memang telah menimbulkan gelombang protes.
Hampir semua orang yang diwawancara AFP berbicara pada hari invasi dimulai di Moskow dan Saint Petersburg menentang perang dan pertumpahan darah, meskipun beberapa menyalahkan krisis di Ukraina.
"Tentu saja, saya tidak ingin perang. Saya tidak ingin orang mati," kata Yuliya Antonova, seorang guru bahasa Inggris berusia 48 tahun di Saint Petersburg. [bay]