WahanaNews.co, Jakarta - Tekanan yang berasal dari negara-negara Barat tak berhasil memengaruhi hubungan diplomatik Indonesia dengan Rusia.
Pernyataan ini disampaikan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, dalam wawancara eksklusif dengan media pemerintah Rusia TASS yang dirilis pada Sabtu (17/2/2024).
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Vorobieva mengungkapkan, "Tekanan terhadap Indonesia jelas berasal dari 'mitra' Barat, terutama terlihat selama kepemimpinan Indonesia di G20 dan ASEAN."
Rusia adalah anggota G20, dan ketika Indonesia menjadi presiden G20 pada tahun 2022, pemerintah memutuskan untuk mengundang Vladimir Putin.
Indonesia berhasil melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Dalam acara tersebut, hanya tiga kepala negara yang absen, yaitu Presiden Vladimir Putin, Presiden Brasil, dan Presiden Meksiko.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Delegasi Rusia saat itu dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.
Pada wawancara itu, Dubes Vorobieva lantas memuji Indonesia yang "tidak menyerah" pada tekanan Barat dan sukses menggelar forum internasional itu.
Vorobieva kemudian berujar, "Kita harus memberikan penghargaan kepada sekutu kita, Indonesia, karena tak menyerah pada tekanan ini."
Rusia dan Indonesia, lanjut dia, menjalin komunikasi yang erat dan kerja sama mengalami kemajuan positif.
Vorobieva juga mengungkapkan negara yang menjalin hubungan dengan Rusia mengalami tekanan tak cuma Indonesia. Namun dia tak memberikan rincian lebih lanjut.
Sementara itu, Beberapa waktu yang lalu, Kremlin sempat merilis daftar negara yang dianggap tidak bersahabat.
Dalam daftar tersebut, Indonesia diketahui tidak masuk di dalamnya. Selain itu, di sosial media sendiri cukup banyak terlihat warganet Indonesia yang mendukung Rusia.
Lantas, mengapa Rusia tampak lebih bersahabat dengan Indonesia?
Dikutip dari laman Setkab RI, dalam pertemuan antara Vladimir Putin dan Presiden Joko Widodo pada 18 Mei 2016, Putin pernah menyebut bahwa Moskow dan Indonesia telah terikat oleh hubungan lama dan dekat sejak era Presiden Soekarno.
“Saya ingin mencatat bahwa Rusia dan Indonesia dihubungkan oleh hubungan yang sudah lama dan erat. Asal mereka adalah sahabat tulus negara ini, Presiden Indonesia Soekarno,” kata Putin di kediamannya di Bucherov Rucey, Sochi, Rusia seperti dilansir dari laman Setkab RI.
Lebih lanjut, Putin juga mengatakan bahwa dia bersama Jokowi mengingat kala Presiden Soekarno di tahun 1956 mengunjungi Sochi untuk bertemu dengan pimpinan Uni Soviet.
Selain itu, kedua negara ini juga telah menyepakati sejumlah bantuan sistematis untuk menciptakan hubungan yang menguntungkan dan memperdalam investasi dan kerjasama industri.
Dikutip dari laman SCMP, ketika bertanya mengenai hubungan antara Indonesia dan Rusia, keduanya telah memiliki sejarah erat yang bermula ketika Uni Soviet mendukung kemerdekaan Indonesia 1945.
Dalam hal ini, Proklamator Indonesia Soekarno memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet yang menjadikan Indonesia sekarang terhubung secara moral dengan Rusia.
Selain itu, Moskow juga telah menjadi sumber senjata dan perangkat militer lain bagi Indonesia.
Dikutip dari laman Wilson Center, aspek sejarah memang tidak bisa dipisahkan dari awal mula kedekatan Indonesia dan Rusia.
Pada tahun 1947, Indonesia menandatangani Perjanjian Persahabatan dengan Mesir, yang menandai sukses besar bagi diplomasi sebuah negara baru.
Tak hanya itu, Indonesia juga mengambil langkah-langkah menuju hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara kubu sosialis, pertama dengan Uni Soviet.
Pada tanggal 25 Januari 1950, setelah beberapa keraguan, Uni Soviet akhirnya secara resmi mengakui Indonesia.
Kemudian, pada tanggal 3 Februari 1950, pemerintah Indonesia mengirimkan balasan telegram yang mengkonfirmasi penerimaan pengakuan dari Soviet.
Tanggal ini kemudian dianggap sebagai tanggal resmi pembentukan hubungan diplomatik antara Uni Soviet dan Indonesia.
Meskipun memiliki sejarah hubungan yang erat, Indonesia sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok tetap menerapkan pendekatan bebas aktif.
Dalam konteks ini, "bebas" merujuk pada kemandirian dan netralitas, yang berarti tidak memihak kepada pihak manapun. Sementara itu, "aktif" mengacu pada peran aktif dalam memediasi dan mempromosikan perdamaian.
Keramahan Rusia terhadap Indonesia dapat dipahami karena hubungan sejarahnya, terutama pada masa keakraban antara Presiden Soekarno dan pemimpin Uni Soviet saat itu.
Yang terbaru, setelah terjadi konflik antara Rusia dan Ukraina, Presiden Joko Widodo menjadi pemimpin pertama di Asia Tenggara yang mengunjungi langsung kedua presiden tersebut, yaitu Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]