WahanaNews.co | Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan satu syarat bagi Uni Eropa yang sedang terancam membeku menjelang musim dingin.
Putin mengatakan syarat tersebut adalah kesediaan negara-negara di Ui Eropa untuk mencabut sanksi dari pipa gas Nord Stream 2 Rusia.
Baca Juga:
Vladimir Putin Sampaikan Belasungkawa ke Jokowi Terkait Insiden Gempa Cianjur
Pemimpin Rusia ini bersikeras bahwa penyebab krisis energi di Eropa bukan karena Rusia, namun sanksi Uni Eropa yang menyulitkan Rusia menjualnya ke negeri benua biru tersebut.
"Pada akhirnya, jika terlalu sulit, jika semuanya menjadi begitu sulit, pergi dan cabut sanksi dari Nord Stream 2. Lima puluh lima miliar meter kubik per tahun — cukup tekan tombolnya, dan itu akan mengalir," kata Presiden Vladimir Putin pada konferensi pers setelah KTT SCO.
Putin menegaskan bahwa krisis energi dimulai bukan dari tindakan Rusia terhadap Ukraina, tetapi saat Eropa berusaha mengurangi emisi karbon dengan energi hijaunya.
Baca Juga:
Rusia Ancam Stop Pasokan Minyak ke Pasar Global
"Krisis energi di Eropa tidak dimulai dengan dimulainya operasi militer khusus di Ukraina. Ini dimulai dengan agenda hijau," kata Putin.
Uni Eropa mencabut sanksi dari pupuk Rusia, tetapi keputusan itu hanya terkait dengan negara-negara Uni Eropa. Ini adalah keputusan yang memalukan, kata Putin.
Sanksi pada pengiriman barang dan panggilan pelabuhan masih berlaku, katanya pada konferensi pers setelah KTT SCO.
"Retorika pangan UE adalah gertakan untuk memecahkan masalahnya sendiri," kata presiden.
Musim Dingin Mengancam
Sebelumnya Menteri Energi Belgia Tinne Van der Straeten memberi peringatan kepada seluruh Eropa bahwa mereka akan menghadapi musim dingin yang berat di tengah krisis gas alam yang terjadi setelah invasi Rusia.
Tinne mengatakan, harga gas alam di Eropa perlu segera ditetapkan. Ia juga menyebutkan, hubungan antara harga gas dan tarif listrik perlu direformasi.
Menjelang akhir tahun, Tinne khawatir Eropa akan menghadapi musim dingin yang sangat berat. Kondisi ini bahkan diprediksi bisa bertahan hingga bertahun-tahun kemudian.
"Lima sampai sepuluh musim dingin berikutnya akan mengerikan jika kita tidak melakukan apa-apa. Kita harus bertindak di sumbernya, di tingkat Eropa, dan bekerja untuk membekukan harga gas," ungkap Tinne, seperti dikutip BBC.
Di Eropa, tarif listrik melonjak dan mencapai rekor tertingginya minggu lalu.
Hal ini tidak lepas dari tingginya harga gas alam yang menjadi sumber utama pembangkit listrik di Eropa. Tarif listrik di Jerman untuk kontrak selama satu tahun ke depan mencapai 995 Euro per MWh.
Sementara di Prancis, harganya naik menjadi 1.130 Euro per MWh. Harga tersebut mengalami peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat di kedua negara dari tahun lalu.
Kanselir Austria Karl Nehammer mengajak semua pihak di Eropa untuk segera mengakhiri gejolak di pasar energi saat ini. Nehammer meminta Uni Eropa segera memisahkan harga listrik dan gas.
"Tarif listrik harus turun. Kita tidak bisa membiarkan (Presiden Rusia Vladimir) Putin menentukan tarif listrik Eropa setiap hari," ungkapnya.
Menjelang Musim Dingin Jerman, importir gas Rusia terbesar pada tahun 2020, sedang berusaha meningkatkan cadangan gasnya sebelum musim dingin di tengah berhentinya pasokan dari negeri beruang merah.
Jerman berencana mengisi kapasitas gasnya hingga 85 persen pada Oktober. Pemerintahnya pun telah menerapkan langkah-langkah penghematan energi untuk mencapai tujuan tersebut.
"Bersama dengan membeli gas dari pemasok alternatif, langkah-langkah tersebut memungkinkan Jerman untuk memenuhi tujuannya lebih cepat dari yang diantisipasi.
Target kemungkinan bisa tercapai pada awal September," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck.
Negara-negara Uni Eropa berjuang menghadapi kenaikan harga energi yang drastis sejak mayoritas memberikan sanksi dagang kepada Rusia yang menginvasi Ukraina.
Tahun lalu, 40% pasokan gas alam Uni Eropa berasal dari Rusia. Setelah menerima sanksi, impor gas alam Rusia ke Uni Eropa menjadi terbatas. [rin]