WahanaNews.co | Iran sedang menggodok rancangan undang-undang (RUU) baru yang memungkinkan perempuan tak pakai hijab dipenjara 10 tahun.
RUU berisi 70 pasal ini bakal mengklasifikasi pelanggaran tak mengenakan jilbab sebagai pelanggaran yang lebih berat dari regulasi sebelumnya.
Baca Juga:
Arya Wedakarna Dipecat dari DPD RI Buntut Lecehkan Jilbab
Dengan RUU ini, perempuan bisa dihukum lima hingga 10 tahun penjara dan didenda hingga 360 juta real Iran (setara Rp129 juta).
Ini merupakan hukuman yang jauh lebih tinggi dan berat dibandingkan regulasi sebelumnya yakni Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pada KUHP, perempuan yang melanggar aturan berpakaian bisa dipenjara antara 10 hari sampai dua bulan atau denda antara 50 ribu (Rp17 ribu) hingga 500 ribu real Iran (Rp179 ribu).
Baca Juga:
Baru Launching, Hijab Nusaena Langsung Diburu Kalangan Wanita
Seiring dengan pengetatan aturan hijab, beleid ini juga mengatur hukuman keras bagi selebriti dan bisnis yang melanggar aturan serta mengatur penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi perempuan yang melanggar aturan berpakaian.
Dilansir CNN, RUU ini diajukan oleh pengadilan kepada pemerintah pada awal tahun, yang kemudian diteruskan ke parlemen dan disetujui oleh Komisi Hukum dan Yudisial.
RUU baru ini rencananya diserahkan kepada Dewan Gubernur pekan ini sebelum diperkenalkan di parlemen, demikian dilaporkan kantor berita negara Mehr.
Menurut Mehr, parlemen Iran bakal menyelesaikan teks dan memberikan suara untuk RUU "dalam dua bulan ke depan."
Aturan mengenai sistem AI sejauh ini sudah mulai diterapkan.
Awal tahun ini, media pemerintah melaporkan kamera bakal dipasang di tempat-tempat umum untuk mengidentifikasi perempuan yang melanggar hukum jilbab di Teheran.
Sementara itu, jika disahkan, pemilik bisnis yang tidak menegakkan persyaratan hijab bakal dikenakan denda yang lebih parah, yakni berpotensi sebesar tiga bulan keuntungan bisnis mereka.
Pebisnis juga bakal dilarang meninggalkan Iran atau berpartisipasi dalam aktivitas publik atau dunia maya hingga dua tahun.
Para ahli mengatakan RUU ini menjadi peringatan bagi warga Iran bahwa rezim tidak akan mundur dari pendiriannya terkait aturan ketat hijab, meski demonstrasi mengguncang negara itu tahun lalu.
Direktur program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga think tank Chattam House di London, Sanam Vakil, mengatakan beleid baru ini adalah "respons yang jelas terhadap protes September musim gugur lalu."
Kepada CNN, Vakil menyebut langkah pemerintah ini "menegaskan kembali otoritas atas jilbab dan persyaratan yang diharapkan dari perempuan."
Pada September lalu, Iran diguncang protes skala besar setelah Mahsa Amini, wanita Kurdi-Iran berusia 22 tahun, meninggal saat ditahan polisi moralitas.
Meski tak secara resmi dibubarkan, polisi moralitas sebagian besar mundur imbas protes ini.
Namun, awal bulan ini, juru bicara kepolisian Jenderal Saeed Montazerolmahdi mengatakan polisi moralitas bakal melanjutkan tugasnya dan menahan perempuan yang kedapatan tanpa hijab di depan publik.
Pengacara hak asasi manusia Iran sekaligus asisten profesor di Universitas Carleton di Ottawa Kanada, Hossein Raeesi, menilai denda ratusan juta terhadap perempuan itu terlalu berlebihan.
Ia berujar kepada CNN bahwa denda itu bahkan melampaui kemampuan rata-rata masyarakat karena jutaan orang di negara itu saat ini berada di bawah garis kemiskinan.[sdy/CNN]