WahanaNews.co, Washinton DC - Hamas melancarkan serangan dadakan ke Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel, Konflik Israel-Palestina berakar dari peristiwa pada akhir abad ke-19.
Melansir dari VOA Indonesia, Jumat (13/10/2023), Umat Yahudi yang melarikan diri dari antisemitisme di Rusia dan Eropa tengah mulai beremigrasi ke Palestina. Berikut kronologinya:
Baca Juga:
Pendiri NII Ken Setiawan Ingatkan Potensi Konflik Kelompok Habib Syiah Vs Salafi Wahabi di Indonesia
1917: Umat Yahudi Dijanjikan Tanah Air
Pada tahun 1917, dalam Perang Dunia I, Inggris merebut Palestina dari Kesultanan Utsmaniyah. Dalam Deklarasi Balfour pada 2 November, Inggris menjanjikan “rumah nasional bagi orang-orang Yahudi” di sana.
Tentangan dari bangsa Palestina pertama kali muncul pada sebuah kongres di Yerusalem pada 1919.
Baca Juga:
40 Persen Capim KPK Lolos Tes Tulis Berlatar Aparat Hukum, ICW Curiga
Pada 1922, Liga Bangsa-Bangsa menetapkan kewajiban mandat Inggris di Palestina, termasuk menjamin “pendirian rumah nasional Yahudi,” yang nantinya menjadi Israel. Inggris menumpas Pemberontakan Arab di Palestina pada tahun 1936-1939.
1947-1948: Palestina Dipecah, Israel Lahir
Palestina dibagi menjadi negara bangsa Yahudi dan negara bangsa Arab melalui Resolusi PBB 181, yang disetujui pada November 1947, sementara Yerusalem berada di bawah kendali internasional.
Dalam pembagian tersebut, Tepi Barat – termasuk Yerusalem timur – diserahkan kepada Yordania, sementara Jalur Gaza kepada Mesir.
Negara Israel akhirnya terbentuk pada 14 Mei 1948, memicu perang selama delapan bulan dengan negara-negara Arab.
Warga Palestina berbaris membawa bendera nasional mereka dalam unjuk rasa memperingati 75 tahun apa yang mereka sebut "Nakba," atau "malapetaka", di Kota Ramallah, Tepi Barat, Senin, 15 Mei 2023. (Foto: AP)
Lebih dari 400 desa Palestina dihancurkan oleh pasukan Israel dan sekitar 760.000 pengungsi Palestina melarikan diri ke Tepi Barat, Gaza dan negara-negara Arab yang bertetangga. Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pun berdiri pada 1964.
1967-1973: Pendudukan dan Perang
Dalam Perang Enam Hari pada Juni 1967, Israel mengalahkan Mesir, Yordania dan Suriah. Israel juga menduduki Yerusalem timur, Tepi Barat, Jalur Gaza dan Dataran Tinggi Golan.
Pemukiman Yahudi di daerah-daerah yang diduduki Israel dimulai tak lama setelahnya dan terus berlangsung hingga kini di Tepi Barat, Yerusalem timur dan Dataran Tinggi Golan.
Negara-negara Arab menyerang Israel pada 6 Oktober 1973, pada hari besar umat Yahudi, Yom Kippur. Israel menghalau serangan tersebut.
Pekerjaan konstruksi di Ramat Shlomo, sebuah pemukiman Yahudi di sektor timur Yerusalem (foto: dok). Israel terus membangun permukiman di wilayah pendudukan dan mengabaikan kecaman internasional.
Pekerjaan konstruksi di Ramat Shlomo, sebuah pemukiman Yahudi di sektor timur Yerusalem (foto: dok). Israel terus membangun permukiman di wilayah pendudukan dan mengabaikan kecaman internasional.
1982: Israel Menginvasi Lebanon
Israel menginvasi Lebanon yang dikoyak perang saudara pada 6 Juni 1982 untuk menyerang militan Palestina, setelah awalnya mengirim pasukannya pada 1978.
Milisi Kristen Lebanon yang didukung Israel membunuh ratusan orang Palestina di kamp-kamp pengungsi di Beirut. Pasukan Israel tetap berada di Lebanon selatan hingga tahun 2000.
1987-1993: Intifada Pertama, Perjanjian Oslo
Intifada pertama, alias pemberontakan bangsa Palestina melawan pemerintahan Israel, berkecamuk dari tahun 1987 hingga 1993.
Pada 1993, Israel dan PLO menandatangani sebuah deklarasi prinsip-prinsip otonomi Palestina setelah melakukan negosiasi rahasia selama enam bulan di Oslo, memulai proses perdamaian yang hingga kini belum tercapai.
Pemimpin PLO Yasser Arafat kembali ke wilayah Palestina pada Juli 1994, setelah 27 tahun di pengasingan, untuk mendirikan Otoritas Palestina.
Pemerintahan mandiri dibentuk untuk pertama kalinya di Jalur Gaza dan Kota Jericho di Tepi Barat.
2002-2005: Intifada Kedua
Pada September 2000, pemimpin oposisi sayap kanan Israel yang nantinya akan menjadi perdana menteri negara itu, Ariel Sharon, mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur, yang merupakan situs suci umat Islam dan Yahudi, yang menyebutnya dengan nama Bukit Bait Suci (Temple Mount). Kunjungan itu memicu bentrokan pertama Intifada kedua.
Menanggapi gelombang bom bunuh diri yang terjadi, Israel pada tahun 2002 menginvasi Tepi Barat dalam operasi terbesarnya sejak perang tahun 1967.
Mahmud Abbas, seorang moderat, mengambil alih kepemimpinan Otoritas Palestina pada Januari 2005, setelah kematian Arafat.
Pasukan Israel terakhir meninggalkan Gaza pada September 2005, setelah menduduki wilayah itu selama 38 tahun.
Peperangan Gaza
Pada 2007, kelompok militan Hamas merebut kekuasaan di Gaza setelah bertempur sengit melawan rivalnya, faksi Fatah, yang dipimpin Abbas dan masih berkuasa di Tepi Barat.
Pada 2014, Israel meluncurkan operasi barunya melawan Gaza untuk menghentikan tembakan rudal dari wilayah tersebut. Lebih dari 1.400 warga sipil Palestina tewas, sementara di pihak Israel enam warga sipil tewas, menurut data PBB.
2017: Trump Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel
Pada 6 Desember 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu membuat marah warga Palestina dan memicu kritik internasional.
Abbas mengatakan, Amerika Serikat tidak boleh lagi melanjutkan peran bersejarahnya sebagai penengah perundingan damai Palestina dengan Israel.
2021: Gejolak Baru
Pada 10 Mei 2021, setelah terjadi ketegangan selama beberapa hari di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur, Hamas menembakkan rudal ke Israel, yang dibalas dengan serangan udara mematikan di Jalur Gaza.
Perang selama 11 hari kemudian terjadi antara Hamas dan Israel, di mana banyak orang tewas. Pada Agustus 2022, pertempuran selama tiga hari terjadi di antara Israel dan Jihad Islam, di mana para pemimpin militer kelompok itu tewas.
Warga Palestina menyelamatkan seorang anak perempuan dari reruntuhan bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan udara Israel, hari Selasa, 10 Oktober 2023.
Israel Bertekad Hancurkan Kemampuan Militer Hamas
Pemberontakan lain terjadi pada awal 2023, menyusul serangan Israel di kamp pengungsi Jenin, Tepi Barat.
Mei lalu, 35 orang tewas dalam pertempuran selama lima hari. Sementara pada bulan Juli, Jenin menghadapi operasi militer terbesarnya dalam beberapa tahun terakhir.
[Redaktur: Alpredo Gultom]