WahanaNews.co, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengajukan permintaan kepada seluruh dunia untuk mengambil inspirasi dari semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang merupakan milik Indonesia jika ingin mencapai masa depan dunia yang lebih baik.
Dalam konferensi pers di Jakarta Convention Center pada hari Kamis (7/9/2023), Guterres menyatakan bahwa "Bhinneka Tunggal Ika" bukanlah semata-mata semboyan nasional Indonesia, tetapi juga merupakan kunci untuk membentuk masa depan yang lebih baik bagi seluruh manusia.
Baca Juga:
Strategi Kolaborasi Ekonomi Indonesia-Australia Kembali Diperkuat untuk Lanjutkan Berbagai Komitmen Kerja Sama
Guterres juga menggarisbawahi bahwa situasi global saat ini mencapai puncaknya dengan rangkaian krisis, seperti darurat iklim, eskalasi perang dan konflik, peningkatan angka kemiskinan, perluasan kesenjangan sosial, dan meningkatnya ketegangan geopolitik.
Akibat dari permasalahan-permasalahan tersebut, terdapat potensi nyata untuk terjadinya pembelahan besar dalam sistem ekonomi dan keuangan global, disertai dengan perbedaan strategi dalam sektor teknologi dan kecerdasan buatan, serta konflik dalam kerangka keamanan yang bertentangan satu sama lain.
"Saya memuji ASEAN dan negara-negara anggota ASEAN atas peran penting mereka dalam membangun jembatan pemahaman. ASEAN telah menjadi faktor penting bagi persatuan di dunia yang terpecah," ungkapnya.
Baca Juga:
Dukung World Water Forum 2024, PLN Bakal Siapkan 52 Charging Station
Menurutnya, warga dunia memerlukan hal ini lebih dari sebelumnya, di dunia yang semakin multipolar dan memerlukan institusi multilateral yang kuat untuk menjalankannya berdasarkan kesetaraan, solidaritas, dan universalitas.
"Dunia perlu bekerja sama di berbagai lini guna membangun masa depan. ASEAN telah berupaya bekerja sama di bidang perdamaian untuk meredam ketegangan di kawasan seperti yang terjadi di Laut China Selatan hingga Semenanjung Korea.
Mengutip CNN Indonesia, dia mengaku prihatin dengan situasi politik, kemanusiaan, dan hak asasi manusia yang kian tak stabil di Myanmar.