WahanaNews.co | Mufti Agung Arab Saudi, Sheikh Abdulaziz bin Abdullah Al Al-Sheikh, menyentil eras pembakaran Al Quran yang dilakukan politikus sayap kanan Swedia, Rasmus Paludan, pada akhir pekan lalu.
Al-Sheikh menganggap aksi Paludan itu provokatif bagi umat Muslim dunia hingga memicu perselisihan dan mendukung ekstremisme.
Baca Juga:
Fokus Program One Day One Juz LPP Lapas Kendari Selama Ramadhan
Al Sheikh juga mengutuk otoritas Swedia yang membiarkan seorang politikus melakukan aksi tercela seperti itu.
"Praktik biadab dan provokatif ini hanya akan meningkatkan keimanan umat Islam dengan keyakinan mereka terhadap status Al Quran, karena Al Quran merupakan sumber hukum dan pendekatan yang benar dalam menyebarkan ajaran serta nilai-nilai perdamaian serta kehidupan," ucap Al-Sheikh seperti dikutip kantor berita pemerintah Saudi, SPA, pada Selasa (24/1).
Paludan membakar salinan Al Quran saat ikut berdemonstrasi menentang Presiden Recep Tayyip Erdogan di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Sabtu (21/1).
Baca Juga:
KIP Aceh Barat Pastikan Bacaleg yang Tidak Bisa Al Quran Dipastikan Gugur
Demo itu berlangsung sebagai bentuk penentangan terhadap tuntutan Turki agar Swedia mengekstradisi aktivis Partai Pekerja Kurdi (PKK) jika ingin mendapat restu Ankara untuk bergabung dengan Aliansi Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO).
Turki menganggap PKK sebagai kelompok separatis dan teroris.
Ini bukan kali pertama Paludan memicu kontroversi. Sejak terjun ke dunia politik, Paludan memang dikenal sebagai ekstremis sayap kanan garis keras yang kerap menyuarakan sentimen anti-Islam dan imigran.
Paludan pertama kali menyedot perhatian internasional pada 2019, ketika ia memancing emosi Muslim karena membakar Al Quran dalam demonstrasi di Viborg, Denmark.
Media lokal Denmark, Nyheder, melaporkan bahwa sekitar 100 orang ikut serta dalam demonstrasi itu. Tiga di antaranya ditangkap karena dianggap memicu keributan.
Belum berhenti, Paludan kembali berencana menggelar demonstrasi dengan prosesi pembakaran Al Quran di Malmo, Swedia, pada Agustus 2020.
Namun, Swedia melarang Paludan masuk. Pihak berwenang mencegat Paludan di pos pemeriksaan. Mereka menekankan Paludan dilarang masuk hingga dua tahun.
"Dia merupakan ancaman serius," demikian pernyataan kepolisian Swedia yang dikutip media lokal SVT Nyheter. [rgo]