WahanaNews.co | Saat ini Sri Lanka berada dalam tekanan krisis ekonomi dan keuangan. Negara tersebut memiliki utang jatuh tempo sebesar US$ 4,5 miliar atau Rp 63,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per dolar AS) tahun ini.
Mengutip Reuters, Kamis (13/1), utang jatuh tempo paling dekat adalah obligasi negara internasional (ISB) sebesar US$500 juta atau Rp7,1 triliun pada 18 Januari 2022.
Baca Juga:
Presiden Jokowi dan Presiden Wickremesinghe Bahas Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Sri Lanka
Gubernur bank sentral Sri Lanka Ajith Nivard Cabraal mengatakan sudah ada alokasi dana untuk membayar utang jatuh tempo ISB sebesar Rp7,1 triliun.
"Tidak membayar utang akan mendorong kami ke dalam tantangan yang lebih besar," ucap Cabraal dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh pemerintah Sri Lanka.
Sri Lanka sendiri sebenarnya sedang kekurangan dana untuk membayar utang. Namun, negara itu berhasil meningkatkan cadangan devisa (cadev) menjadi US$3,1 miliar pada akhir Desember 2021 lalu.
Baca Juga:
Bakamla RI Terima Kunjungan Kehormatan DSCSC Sri Lanka
Meski begitu, Cabraal mengatakan Sri Lanka butuh rencana jangka panjang yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah utang dan ekonomi negara.
Sementara, S&P Global Ratings memangkas peringkat kredit Sri Lanka dari CCC+ menjadi CCC dengan pandangan negatif. Lembaga internasional itu beralasan tekanan utang Sri Lanka meningkat dan akses pembiayaan tidak merata.
Keuangan Sri Lanka sebenarnya sudah tertekan sejak sebelum pandemi covid-19. Tepatnya, sejak pemboman Minggu Paskah pada 2019 lalu.