WahanaNews.co | Lagi-lagi Taliban menerapkan larangan terhadap kaum perempuan Afghanistan. Kali ini mereka melarang perempuan Afghanistan menyaksikan Piala Dunia di depan umum.
Hal itu diungkapkan seorang pemimpin oposisi yang mengunjungi Inggris.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
Ali Maisam Nazary, kepala hubungan luar negeri untuk Front Perlawanan Nasional (NRF), tiba di London pada hari Rabu dengan peringatan bahwa penguasa negara itu menjadi lebih radikal dari hari ke hari.
"Ini kelompok teroris yang menindas yang telah menahan seluruh penduduk, dan khususnya perempuan," kata Nazary.
“Mereka tidak lagi menikmati hak-hak mereka sebagai manusia dan warga negara itu. Satu perbedaan dari tahun lalu adalah bagaimana olahraga kehilangan dukungan pemerintah dengan kelompok teroris saat ini yang mengontrol negara bukan untuk mempromosikan olahraga tersebut," sambungnya.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
“Banyak stadion tidak beroperasi dan perempuan tidak akan dapat menonton Piala Dunia di ruang publik seperti yang mereka lakukan sebelumnya,” ujarnya seperti dikutip dari Metro.co.uk, Sabtu (19/11/2022).
NRF, yang pusatnya berada di timur laut Lembah Panjshir, sedang melakukan kampanye gerilya melawan Taliban menyusul keruntuhan pemerintah yang didukung Barat pada Agustus 2021.
"Hanya beberapa hari yang lalu Taliban mengumumkan bahwa perempuan tidak diizinkan mengunjungi restoran, kafe, tempat umum semacam itu," ucap Nazary.
"Mereka tidak diizinkan mengunjungi taman lagi, menggunakan pemandian umum, mereka telah mengumumkan tindakan keras, itu terjadi sejak tahun lalu dan baru-baru ini menjadi jauh lebih parah," imbuhnya.
Nazary mengatakan Qatar, tuan rumah Piala Dunia tahun ini, harus menutup kantor penghubung Taliban di Doha. Menurutnya, Taliban menjadi semakin tidak toleran.
"Ada banyak hal yang bisa dilakukan Qatar dan komunitas internasional saat ini," katanya.
“Kantor mereka harus ditutup di Doha dan mereka harus merasakan keterasingan, marginalisasi, untuk mulai berubah," tuturnya.
“Dalam perspektif kami, mereka adalah kelompok teroris dan karenanya mereka menerima legitimasi dari Islamisme radikal dan terorisme," ujarnya.
“Kami ragu tekanan apa pun akan berhasil," sambungnya.
“Mereka menjadi lebih radikal dari hari ke hari dan mereka hanya mengeksploitasi platform ini untuk kepentingan mereka sendiri,” pungkasnya.
Qatar telah menjadi perantara antara Taliban dan dunia luar, termasuk melalui Perjanjian Doha 2020, di mana kelompok itu setuju untuk tidak mengizinkan tanah Afghanistan digunakan untuk kegiatan yang mengancam Barat.
"Kami tentu saja berharap semua penggemar di seluruh dunia, termasuk di Afghanistan, dapat menikmati menonton Piala Dunia tanpa hambatan finansial, ekonomi, atau sosial," kata seorang pejabat Qatar.
Pejabat itu mengatakan kepada Metro.co.uk bahwa kantor Taliban didirikan atas permintaan Amerika Serikat (AS) dan berkoordinasi dengan bekas pemerintah Afghanistan.
"Dengan terus terlibat dalam percakapan terbuka, Qatar bekerja untuk mendorong Taliban untuk lebih mempertimbangkan hak-hak sipil di Afghanistan, terutama hak-hak perempuan dan minoritas," ujarnya.
“Negara-negara lain yang merelokasi kedutaan Afghanistan mereka ke Doha setelah penarikan memiliki posisi yang baik untuk melakukan hal yang sama. Pada tahap ini, pelepasan akan menjadi kontraproduktif dengan upaya internasional," jelasnya.
"Qatar akan melanjutkan keterlibatannya dengan Afghanistan, tetapi keterlibatan berbeda dari dukungan. Qatar telah sering menyatakan ketidaksetujuannya dengan kebijakan dan ideologi Taliban, terutama dalam hal akses ke pendidikan dan pekerjaan untuk anak perempuan dan perempuan. Qatar adalah satu-satunya negara berpenduduk mayoritas Muslim yang mengeluarkan pernyataan mengutuk keputusan Taliban untuk membatasi pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan," ungkapnya.
"Qatar terus menyerukan pembalikan langkah-langkah yang gagal menegakkan hak asasi manusia. Kami mengutuk semua pelanggaran hak asasi manusia, termasuk terhadap perempuan – pelanggaran ini bertentangan dengan prinsip dan nilai kami," tukasnya. [rna]