Turiel
dan Kaufmann mengamati data statistik yang berbeda atas jumlah hari di mana
kualitas udara berada di bawah ambang batas kebijakan Langit Biru.
Kebijakan
itu menciptakan indeks polusi yang dianggap "terlalu tinggi" jika angkanya 100
atau lebih dan indeks "bisa ditoleransi" jika kurang dari 100.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Keduanya
menemukan banyak pada data tersebut hari-hari dengan indeks polusi udara yang
tipis di bawah angka 100 dan beberapa yang dituliskan tepat pada angka 100.
"Hari-hari
yang sebenarnya tergolong polusi terlalu tinggi kemungkinan dituliskan dengan
indeks 99, 98, 97," kata Turiel.
Analisis
statistik yang dihasilkan mengeluarkan perbedaan di antara kedua data itu yang
40 persen lebih besar daripada yang diharapkan terjadi, dan 63 persen di
antaranya memperlihatkan angka hasil pengukuran oleh stasiun-stasiun Cina lebih
rendah daripada dari stasiun Amerika.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Seperti
yang dipublikasikan dalam jurnal Plos One terbit 21 April 2021, Turiel
dan Kaufmann juga menyatakan menemukan cukup banyak kesalahan pelaporan pada
hari-hari di mana terjadi polusi udara terburuk.
Ini
artinya manipulasi terjadi terutama saat kualitas udara faktual terukur buruk.
Temuan
itu kontras dengan hasil studi sebelumnya yang menyatakan manipulasi data
kualitas udara Cina berakhir pada 2012 ketika Beijing menerapkan serangkaian
reformasi kebijakan.