WahanaNews.co, Jakarta - Ketika serangan udara Israel menghancurkan rumah keluarganya di Gaza pada bulan November lalu, Zein Oroq (13 tahun) tertimbun di bawah reruntuhan bangunan.
Meskipun mengalami luka-luka, bocah lelaki Palestina itu berhasil selamat, namun tragisnya, 17 anggota keluarganya meninggal.
Baca Juga:
Di Tengah Konflik Panjang, Ini Rahasia Israel Tetap Berstatus Negara Maju dan Kaya
Namun, nasib Zein kemudian begitu mengenaskan, di mana warga Palestina menghadapi kekurangan obat-obatan, makanan, dan air dalam krisis kemanusiaan yang semakin parah, yang digambarkan oleh Uni Eropa sebagai "kelaparan buatan manusia" yang disebabkan oleh pengepungan total wilayah tersebut oleh Israel.
Penduduk area kecil tersebut, yang telah menjadi target bombardemen Israel selama lebih dari enam bulan, sekarang menghadapi ancaman kelaparan.
Pada minggu lalu, ketika bantuan dikirimkan melalui udara, Zein merasa terkejut sekaligus senang ketika menemukan salah satu paket, sementara dia berusaha mengambil sekaleng kacang fava, beras, atau tepung.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
"Pertama kali rumahnya diserang, dia keluar dari bawah puing-puing dengan luka di kepala, tangan, dan kaki, Tuhan telah menyelamatkannya," kata kakek Zein, Ali Oroq, seperti yang dilaporkan oleh Middle East Monitor pada Jumat (19/4/2024).
Berada di dekat genangan air limbah yang besar, Ali tak bisa lupa bagaimana Zein pernah berenang di kolam untuk mendapatkan makanan dari bantuan yang dijatuhkan melalui udara, serta bagaimana dia seharusnya sekarang duduk di meja sekolah untuk mendapatkan pendidikan.
Namun, ketika usaha mediasi untuk mencapai gencatan senjata tidak berhasil dan Israel bersiap untuk memperluas konfliknya ke kota paling selatan Rafah, mengubah seluruh Jalur Gaza menjadi padang pasir, nasib Zein menjadi tragis.
"Ketika parasut turun, kotak bantuan itu membentur kepalanya, dan orang-orang yang berusaha mencapai kotak bantuan juga tidak memperhatikan anak itu — mereka juga sama-sama sedang lapar," ujar ayah Zein, Mahmoud.
"Jadi, kepalanya terluka dan tergores, dia mengalami patah tulang di panggul, tengkorak, dan perut, dan dengan arus manusia yang terus bergerak, tekanan pada dirinya semakin meningkat."
Zein kemudian dibawa ke rumah sakit, dan dia meninggal karena luka-lukanya pada hari Minggu lalu.
"Sungguh, anak sangat berharga bagiku, dia adalah hidup saya, sumber kebahagiaan utama saya di dunia ini, dia adalah anak sulung saya, semoga dia beristirahat dalam damai," ujar Mahmoud dalam kesedihannya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]