WahanaNews.co | Proyek KF-21 Boramae Indonesia ternyata bikin negara lain iri.
Teringat sekali pada 2010 saat Indonesia ikut terjun dalam proyek KF-21 Boramae, banyak mulut nyinyir mengatakan negara ini tak mampu membuat jet tempur canggih.
Baca Juga:
Wapres Ma'ruf Amin Pastikan IKN Siap Jadi Ibu Kota Kelas Dunia
Padahal Korea Selatan yang jadi partner Indonesia membuat KF-21 Boramae sudah yakin pesawat ini bakal jadi.
Syaratnya gampang bagi Korsel, ia hanya meminta kontribusi anggaran dan insinyur Indonesia dalam proyek KF-21 Boramae.
Tapi keyakinan Korsel ini pernah memudar karena Indonesia telat membayar angsuran sebanyak dua kali.
Baca Juga:
Kajari Palu: Anggota DPRD Kembalikan Kerugian Negara Itu Kewajiban, Bukan Karena Paksaan
Diketahui Indonesia menanggung 20 persen biaya pembuatan KF-21 Boramae sebesar Rp 20 triliun.
Dua kali menunggak membuat Korsel mempertanyakan komitmen Indonesia dalam pengembangan KF-21 Boramae.
Bahkan Korsel sempat khawatir Indonesia akan mundur dari proyek.
Tak salah Korsel berpikir demikian karena Indonesia berniat membeli Rafale.
Korsel menganggap uang yang harusnya untuk membayar tunggakan akan digunakan Indonesia membeli Rafale.
Tak lama, kekhawatiran Korsel sirna dimana pada 9 April 2021 KF-21 Boramae diperkenalkan.
Ada lambang bendera Taegukgi dan Merah Putih di bawah kokpit KF-21 Boramae yang memastikan Indonesia tetap dalam proyek.
Menhan Prabowo juga hadir dalam peresmian tersebut didampingi oleh Presiden Korsel Moon Jae-in.
Hassan menegaskan bahwa pemerintah Malaysia juga harus punya program serupa demi kemandirian alutsista di masa depan.
Untuk urusan pembuatan, Hassan menjelaskan UPM sudah merancang body pesawat yang akan digunakan dalam program Mutli Role Combat Aircraft (MRCA) Malaysia.
"Kami sudah memiliki desain bodi pesawat sesuai fungsinya. Pada dasarnya, ini adalah desain pesawat tempur multi-peran dua mesin atau MRCA," ujar Hassan pada 2018 lalu dikutip dari Bernama.
Bukan cuma MRCA, Hassan beserta timnya juga sudah merancang Light Combat Aircraft (LCA) bagi Malaysia.
Ia meminta pemerintah memilih satu dari dua rancangan tersebut.
"(Bahkan,) desain dapat dimodifikasi menjadi pesawat tempur ringan bermesin tunggal (LCA). Terserah kepada pemerintah untuk menentukan jenis desain apa yang akan dikembangkan ke dalam pesawat sungguhan," katanya.
Dirinya mengungkap jika pada 2018 lalu program dimulai maka pesawat akan jadi 10 tahun mendatang.
Namun ia meminta pemerintah Malaysia melakukan kerja sama dengan manufaktur dirgantara dunia untuk mempercepat terwujudnya jet tempur tersebut.
Hassan berani mengklaim bahwa jet tempur rancangannya akan setara pesawat siluman generasi kelima.
Semua serba canggih dari radar AESA, ECM sekelas jet tempur siluman hingga sulit dideteksi radar lawan.
Nantinya jika jadi dimensi jet tempur buatan Malaysia ini setara dengan ukuran MiG-29.
"Hal tentang pesawat ini adalah bahwa itu akan ditutupi oleh jenis khusus cat, yaitu Pelapisan Bahan Absorsi Hidrofobik Radar yang berfungsi untuk memperkuat teknologi siluman. Ini juga dapat digunakan dalam segala situasi dan iklim," kata Hassan.
Hassan sendiri bukan orang sembarangan dalam bidang teknologi penerbangan.
Ia merupakan pendiri Pusat Inovasi Aerospace Malaysia (AMIC) yang sebelumnya bekerja di Pusat Teknologi Universitas Rolls-Royce, Universitas Sheffield, Inggris. Setidaknya ia tahu akan teknologi dirgantara dan cara kerjanya.
"Kami hanya siap membicarakan hal ini dengan Kementerian Pertahanan Malaysia lebih serius setelah 10 tahun," katanya.
Pada 2030 nanti diharapkan jet tempur asli buatan Malaysia resmi beroperasi. Namun, hingga saat ini progres produksi jet tempur buatan Malaysia ini masih belum jelas. [qnt]